Senin, 16 Juli 2012

Cerpen ku : SALAH MEMILIH


Hari ini, aku bergegas menuju ke sekolah, karena masih ada pekerjaan yang belum aku selesaikan. Saat aku tiba di pintu kelas, si playboy itu mulai mengganggu ku lagi.

“Hai, Vir, tumben dateng nya pagi banget”, ujarnya.
“Hm, bukan urusan loe, kali...”, jawab ku ketus.

            Tanpa menghiraukan si playboy tengil itu, langsung saja aku menerobos masuk ke kelas dan segera menuju ke tempat duduk ku. Aku segera mendata ulang data - data dari seluruh murid di kelas ku. Pasti sekarang kalian sudah tau kan apa posisi ku di kelas ini ? Yups, aku di tugaskan menjadi sekretaris kelas, juga sekretaris umum dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah kami.

“Ohh, lagi mau ngedata ulang siswa kelas kita ya, Vir ?”, tanya nya.
“Iya, emang nya kenapa ? Bukan urusan loe, kali. Usil banget deh jadi cowok”, balas ku.
“Loh ? Apa urusan gue ? Ya, urusan gue jugalah, loe lupa kalo gue ketus kelas disini ?”, jawab nya.
“So ? Mentang – mentang loe ketua kelas, jadi loe harus ngusilin seluruh kerjaan gue, gitu ?”, hujam ku.
“Lah ? Apa’an sih, Vir ? Loe tuh kenapa, sih ? Salah gue sama loe tuh apa coba ? Segitu benci nya loe sama gue...”, ujar nya bingung.
“Salah loe ? Banyak !!!”, jawab ku.

            Aku lalu bergegas membereskan berkas – berkas itu dan segera meninggalkan Vino sendirian di kelas. Memang saat itu belum ada siswa lain yang data kecuali aku dan Vino. Maklum saja, cuaca hari ini begitu mendung. Mungkin di beberapa tempat sedang terjadi hujan lebat. Jadi, tidak memungkinkan untuk teman – teman ku yang lain untuk berangkat sekolah saat ini.

            Entah kenapa, dari dulu aku sangat membenci Vino. Ya, karena Vino, aku dan Chika, sahabat karib ku sejak kecil, bertengkar hebat dan akhirnya Chika memutuskan hubungan persahabatan kami.

            Karena Vino ! Singkat cerita, saat kami masih duduk di kelas 3 Sekolah Menengah Pertama, Vino mendekati Chika, dan tak lama, Chika bercerita padaku bahwa dia dan Vino sudah jadian. Aku ikut senang melihat sahabat ku senang. 3 bulan hubungan mereka berjalan baik – baik saja. Namun, di bulan keempat, Vino mulai mendekati ku. Awalnya, aku tak curiga dengan sikap Vino, aku berusaha baik padanya karena dia pacar sahabat ku. Tapi ternyata, aku salah. Chika melihat kami saat kami tengah ngobrol berdua. Saat itu, Chika langsung mendatangi aku dan vIno. Chika menuduh ku ingin merebut pacarnya dan mengatakan bahwa aku adalah “Teman Makan Teman”. Aku menangis saat itu. Lalu aku berlari meninggalkan mereka.

            Tiga hari kemudian, terdengar kabar mereka sudah putus. Lalu, sepulang sekolah, aku datang ke rumah Chika. Namun ternyata, Chika sangat marah padaku dan tidak ingin lagi memaafkan aku. Yang lebih menyakitkan, Chika memutuskan persahabatan kami. Dia lalu mengusir ku dari rumahnya. Semenjak saat itu, aku tak punya banyak keberanian lagi untuk berhubungan dengan Chika. Bahkan untuk menantap matanya saja aku sudah tak sanggup. Sejak saat itulah aku sangat membenci Vino.

            Hari ini, Aku mengikuti pelajaran ku dengan bersusah payah. Aku tidak dapat memusatkan pikiran ku. Aku teringat Chika. Aku benar – benar merindukan dia. Aku tak tau dia ada dimana, karena kabar terakhir yang ku tahu, Chika dan keluarganya sudah pindah keluar negeri.

            Jam istirahat makan pun tiba, tapi aku tidak ikut mengambil makan siang ku. Aku masih memikirkan Chika dan itu membuat ku tidak napsu makan. Aku menunduk dalam, dan airmata ku tertumpah. Tiba – tiba tanpa ku sadari, sesosok bayangan anak laki – laki muncul di depan ku. Ya, siapa lagi kalau bukan.... VINO !

“Vir, kenapa gak makan ?”
“...............”
“Vir, gue lagi ngomong sama loe...”
“..............”
“Vira... Loe denger suara gue gak, sih ?”
“Ahh !! Apa’an sih loe ?!! Gak usah sok peduli ya sama gue !! Gue mau makan mau gak, itu bukan urusan loe !!

            Aku berusaha berdiri dari tempat duduk ku dan pergi dari hadapan nya. Namun terlambat, Vino sudah menggenggam erat pergelangan tangan ku.

“Apa’an sih loe megang – megang ? Lepasin gak ?!”
“Vir, loe tuh kenapa sih ? Oke gue tahu gara – gara gue, loe sama Chika....”
“STOP !!! Jangan ingetin aku lagi sama kejadian itu. Itu bikin gue tambah sakit tau, gak ! Pergi dari hadapan gue sekarang, pergiiiii.... !!”

            Tiba – tiba saja, aku merasa tubuh ku serasa melayang di tiup angin. Ya tuhan, apalagi ini ? Dalam sekejap, seluruh pandangan ku buyar dan lenyap. Aku tak tau apa – apa lagi. Yang aku tau saat aku sadar, aku sudah berada di UKS bersama.... Vino lagi Vino lagi !!! Kenapa sih selalu Vino ???

“Vir, loe udah sadar ? Minum dulu gih, teh anget nya”

            Aku tak berusaha untuk menolak perintah nya saat itu, karena aku sadar, dia sudah menolong ku. Dia membantu ku untuk bangun dari posisi tidur ku, lalu membantu ku untuk meminum teh yang telah di buat nya. Tidak lama kemudian, bel tanda masuk pun berbunyi, tapi dia sama sekali tidak bergegas untuk masuk ke kelas.

“Vin, loe gak masuk ke kelas ? ntar kena marah loh..”, kataku
“Hm, gue mau nemenin loe aja disini, Bu Mustika nya juga gak masuk, paling juga kalo gue ke kelas gak ada kerjaan, mendingan gue disini aja nemenin loe”, jelas nya.
“Ohh...”, jawab ku singkat

            Suasana hening sesaat. Lalu tiba – tiba saja, Vino menggenggam tangan ku.

“Vir, maafin gue ya, gue tau kesalahan gue sama loe tuh besar banget, gue tau lo pasti benci banget karena gue udah ngancurin persahabatan loe sama....”

            Dengan cepat, aku segera menutup mulutnya dengan telapak tangan ku. Aku tak ingin lagi mendengar nama itu disebut. Chika, sudahlah, semua nya takkan pernah kembali seperti dulu.

“Emm... Vin, udah ya, gak usah nginget – nginget peristiwa itu lagi. Gue sadar gak ada guna nya lagi gue nyalahin loe, toh Chika tetep gak mau bersahabat sama gue lagi, dan gue juga gak tau sekarang Chika ada dimana, terus, maafin gue juga ya, Vin, sikap gue ke loe selama ini tuh buruk banget, musti nya kalo ada yang harus minta maaf di antara kita itu bukan loe, tapi gue, Vin... Maafin gue ya, Vin...”

“Hm, ya udah lah, Vir, kita sama – sama salah. Maafin gue juga ya, Vir...”
“Iya, Vin, gue udah maafin loe, kok, lupain aja lah semua yang udah berlalu”
“So ? Sekarang, kita udah jadi temen, kan, Vir ?”
“Iya, Vino”

            Sejak saat itu, aku berteman dengan Vino. Aku sadar, tak ada guna nya menyimpan dendam, toh, semua nya gak akan kembali lagi seperti dulu. Hari itu, karena badan ku masih lemas, Vino mengantar ku pulang dengan mobilnya. Aku pun tidak bisa menolak, daripada nanti aku pingsan di jalan, lebih baik ku terima saja tawaran nya.

            Hari demi hari, aku semakin dekat dengan Vino. Ternyata, dia baik, dan apa yang aku pikirkan tentang dia selama ini, ternyata tidak benar. Dia juga bukan playboy, seperti yang dulu aku kira. Vino semakin sering mengantar ku pulang. Dan entah kenapa, aku merasa ada yang lain di hati ku. Apa aku jatuh cinta dengan Vino ? Hm, entah lah.

            3 bulan berlalu, hubungan ku dengan Vino semakin dekat, sampai – sampai, teman – teman sekelas ku menjodoh – jodohkan kami berdua. Aku sih, tidak masalah. Malah aku senang jika seandainya itu menjadi kenyataan. Semakin hari aku benar – benar merasakan cinta ku pada Vino semakin tumbuh. Begitu juga dengan Vino, perhatian nya pada ku semakin hari semakin besar.

“Vir, makan dulu, yuk, aku laper nih, mau gak ?”
“Oke, deh, terserah kamu aja”

            Vino memberhentikan mobil di kedai bakso pinggir jalan. Lalu ia pun turun dan tidak lupa membukakan pintu mobil untuk ku. Wah, serasa tuan putri jadinya. Begitu pula saat di dalam kedai, dia mempersilahkan kan aku duduk di kursi yang telah dia siapkan. Dia lalu memesan dua mangkuk bakso dan dua gelas es jeruk. Suasana hening sejenak, lalu Vino memulai pembicaraan kami sore ini.

“Vir, aku mau ngomong sesuatu”
“Hm, ya udah, ngomong aja”

            Aku merasa Vino akan mengatakan sesuatu yang tidak pernah ku tebak sebelumnya. Oh My God, jangan – jangan dia...... Siap – siap bilang ‘ya’ buat dia kalau tebakan ku benar. Eittss.. Sejak kapan ya, aku dan Vino manggilnya ‘aku kamu’ ? Biasanya juga ‘Loe gue’. Ada yang aneh nih, kayaknya.

“Hm, Vir, sebenernya, ak.. aku.. suka ss..sama kamu...”
“Hah ? Kamu suka sama aku ?”
“Iya, Vir, aduh maaf ya kalo kamu gak suka aku ngomong kayak gini, tapi, aku gak bisa lagi ngebohongin perasaan aku, aku beneran suka sama kamu, aku sayang kamu Vira”
“Jjj..jadi ?
“Kamu.. Hm, kamu mau gak jadi pacar aku ?”
“Gimana, ya ? Hm... Iya, Vino, aku juga suka sama kamu, aku.. aku mau jadi pacar kamu”
“Beneran, Vir ? Aku gak salah denger, kan ? Aku gak lagi mimpi, kan ? Jadi, sekarang kita udah resmi jadian, ya ?”
“Iya Vino ku sayang”
“Hehehe... Makasih Vira ku sayang”

            Benar – benar hari yang indah. Sejak saatr itu, aku dan Vino resmi pacaran. Teman – teman pada kami ngedukung hubungan kami 100%. Begitu juga dengan orangtua kami masing – masing. Sumpah, aku tak bisa melukiskan semua kebahagiaan ini dengan kata – kata. Semoga saja, kami berdua bisa sampai ke jenjang yang lebih lanjut bila waktunya sudah tiba. Amin.

            Tak terasa, 2 tahun sudah hubungan ku dengan Vino. Makin hari, aku semakin merasakan kasih sayang yang amat dalam dari dirinya. Bagiku, Vino segalanya kini. Dan hari ini, adalah pengumuman hasil kami belajar selama 3 tahun di sekolah ini. Semoga saja, aku dan Vino bisa lulus dengan nilai yang maksimal sesuai dengan yang kami harapkan.

            Akhirnya, kepala sekolah kami mengumumkan hasil kelulusan, ternyata semua murid di sekolah ku lulus. Alhamdullilah, aku dan Vino mendapatkan apa yang kami inginkan. Vino terlihat senang sekali. Aku pun ikut senang melihat senyum di bibirnya. Tapi entah kenapa, aku merasa ada kesedihan dalam hatiku. Aku pun tak tahu apa yang kurasakan. Vino mengajak ku pulang, tapi, dia berniat untuk makan – makan di luar dulu untuk merayakan kelulusan kami dengan teman – teman.

            Sesampainya di parkiran, ada seorang perempuan dengan rambut panjang hitam mengkilap, berdiri di dekat mobil Vino. Sepertinya, aku kenal perempuan itu. Tiba – tiba saja, perempuan itu berlari ke arah kami dan dia... memeluk Vino. Ingin rasanya aku marah, tapi saat ku perhatikan lagi, perempuan itu ternyata... Chika. Oh tuhan, Chika kembali. Pasti Vino akan kembali lagi ke pelukannya. Teman – teman kami yang melihat Chika memeluk Vino berusaha menenangkan aku.

“Vino... Aku kangen sama kamu, aku gak bisa lupain kamu”, ujar Chika.
“Kamu ? Kamu... kamu Chika ?”, ujar Vino tak percaya.
“Iya, Vino sayang, aku Chika, kamu udah lupa, ya sama aku ? Apa kamu udah punya pacar baru sekarang ?”, tanya Chika.

            Vino terdiam, dia memandang ke arah ku. Aku menundukkan kepalaku. Aku tak kuasa menahan airmata ku. Ingin rasanya aku menangis, tapi aku tak ingin terlihat lemah di depan Vino, teman – teman ku, apalagi Chika. Ku lihat, Chika terlihat bingung melihat Vino memandangi ku.

“Vin, siapa sih cewek itu ? Kok kayak nya kamu dari tadi ngeliatin dia terus....”, ujar Chika.
“Chik, ini Vira, sahabat kamu, masa’ kamu udah lupa sih sama sahabat kamu sendiri ?”

            Vino menarik tangan ku lembut, agar aku mendekati mereka. Aku berusaha tersenyum untuk Chika, tapi ternyata, tiba – tiba Chika mengeluarkan kata – kata yang benar – benar membuat ku sakit hati.

“Hah ? Sahabat ? Seinget aku ya, aku tuh gak pernah punya sahabat yang nama nya VIRA !! Lagian, mana punya aku sahabat yang suka ngerebut pacar sahabat nya sendiri”, ujar Chika ketus.
“Tapi Chik, Vira ini sahabat kamu, kamu kok....”
Belum sempat Vino menyelesaikan kalimatnya, Chika segera memotongnya,
“Aduh, udah lah yaa... Vin, kamu mau kemana sama temen – temen kamu ? Aku ikut ya... Aku ikuuut...”, rengek Chika.

            Ternyata, Chika masih tidak berubah, dia tetap hadir sebagai cewek manja nan egois. Chika langsung saja naik ke mobil Vino dan duduk di samping kursi setir. Vino ingin mengajak aku naik ke mobilnya, namun aku menolak ajakan nya dengan lembut. Vino memohon padaku, namun aku pura – pura tidak melihat. Aku ingin pulang dan segera menumpahkan airmata ku yang sedari tadi ku tahan dirumah. Namun, teman – teman ku melarang ku pulang. Mereka ingin aku ikut merayakan kelulusan sekaligus pesta perpisahan kami. Dengan trepaksa, aku menuruti kehendak teman – teman ku. Walau begitu, aku sudah bersiap untuk menahan sakit hati yang lebih dalam.

            Sesampainya di cafe, ku lihat Chika segera duduk di sebelah Vino, aku tak tahu apakah Vino sudah menceritakan hubungan kami pada Chika atau belum. Aku sama sekali tak bisa menikmati makanan ku. Ku lihat di luar hujan sangat deras, seiring dengan tangis hati ku yang teramat sakit kini. Chika, kenpa seolah – olah dia selalu hadir disaat yang salah untuk menghancurkan kebahagiaan ku dan merenggut semua nya ?

“Vin, makan nya yang bener, dong, sini aku bersihin bibir kamu”, ujar Chika
“Chik, gak, gak usah”, ujar Vino sembari melihat ke arah ku, aku pura – pura tidak melihat kejadian itu.

            Tiba – tiba saja Sarah, sahabat ku, mengatakan semua nya di depan Chika.

“Heh, cewek centil, loe tuh siapa nya Vino sih ? Loe tuh tau gak di depan loe ini ada pacar nya Vino, loe pastinya masih bisa liat kan kalo di sini ada Vira ? Vira ini pacarnya Vino, enak aja loe dateng – dateng mau ngancurin hubungan mereka yang udah 2 tahun”, sergah Sarah.

“Sarah, cukup ! Udah terserah mereka mau ngapain, itu hak mereka, Sar...”, jawab ku, tanpa ku sadari, aku menangis di tengah – tengah mereka semua.

“Oh, gitu ya ? Emang nya aku peduli ?!! Suka – suka nya aku dong, aku mau ngerebut Vino juga suka – suka aku, siapa suruh dulu ngerebut Vino dari aku !!!?”, Jawab Chika.

            Aku tak kuat lagi, aku berlari meninggal mereka semua. Tak peduli lagi di luar hujan deras atau pun badai petir, aku tak peduli !! Mau mati pun aku tak peduli. Semua sudah terasa percuma saat ini. Aku memutuskan untuk pergi dari Vino, aku ingin menebus dosa ku pada Chika, aku sadar aku salah selama ini.

            Sejak kehadiran Chika, hubungan ku dengan Vino semakin renggang, hingga akirnya Vino memilih untuk memutuskan hubungan nya dengan ku, dan kembali ke peleukan Chika. Hati ku sakit, tapi aku berusaha mengikhlaskan semua, Vino dan kenangan kami.

            6 bulan sudah aku menyendiri tanpa kehadiran Vino ataupun laki – laki lain. Aku tak ingin lagi bercinta. Aku tak ingin lagi merasakan sakit nya di tinggal pergi oleh orang yang ku sayangi. Saat aku tengah berjalan di kebun teh, aku melihat Chika dan Vino berboncengan dengan sepeda motor. Dan tiba – tiba saja, ada mobil yang datang dari arah yang berlawanan dengan kecepatan yang lumayan tinggi.

“Vinooooooo........ Awaaaasssssss....!!!!!!!!!!!!!!!!”, jerit ku.

            Namun semua nya terlambat. Karena kejadian itu, Chika menderita luka – luka , sedangkan Vino menderita luka yang parah di wajahnya. Saat itu juga mereka berdua dilarikan ke Rumah Sakit. Dan ternyata, Vino menderita kebutaan. Saat ia tersadar dan mengetahui bahwa ia tidak bisa melihat, Vino menjerit – jerit histeris. Aku sedih melihat ia seperti itu. Aku menyayangi nya, karena kasih sayang ku yang teramat dalam padanya, aku rela diam – diam mengoperasi mata ku dan memberikan nya untuk Vino.

            Chika yang tahu bahwa Vino buta, tidak mau lagi dekat – dekat Vino. Dia menjauhi Vino. Sungguh kejam perempuan satu itu. Teganya ia meninggalkan Vino disaat seperti ini. Esoknya, Vino sudah di operasi dan akhirnya, Vino bisa melihat lagi. Aku senang sekali, walaupun kini aku sudah tak bisa melihat Vino lagi, tapi aku bisa merasakan betapa ia sungguh bahagia saat ini.

“Ma, mama, siapa yang sudah memberikan mata ini untuk ku, ma ?”, tanya Vino pada mamanya.
“Orang itu, Vira, Vin...”, jawab mamanya.
“Vira ? Ya tuhan, baik benar hatimu, Vir, dimana Vira sekarang, ma ? Vino ingin meminta maaf pada Vira sekaligus mengucapkan terimakasih untuknya”, jawab Vino
“Di taman samping, Vin, Mau mama temani ?”, tanya mamanya
“Gak usah, ma, Vino cari Vira dulu ya, ma...”, jawab Vino

            Aku duduk di bawah pohon yang sedikit rindang di taman. Aku sudah bisa merasakan, sebentar lagi Vino akan datang menemui ku. Dan akhirnya...   

“Vir, aku mau minta maaf sama kamu, ya.. Aku udah salah ninggakin kamu demi Chika. Ternyata, Chika gak lebih menyayangi aku di banding kamu, aku sadar Vir, aku masih sayang kamu, meskipun kemarin aku sama Chika, tapi aku tetep gak bisa lupain kamu dan kenangan kita, Vir. Kamu mau, ya, balik sam aku lagi, aku janji aku gak kan ninggalin kamu lagi, sekalipun buat Chika, aku janji, Vir. Aku sayang kamu Vira....”, jelas Vino

“Iya, Vino, aku sayang kamu juga, aku juga belum bisa lupain kamu dan semua yang udah kita lalui. Aku mau balik sama kamu, tapi, apa kamu yakin mau balikan sama aku ? Kamu liatkan aku gak bisa liat, aku buta, Vin”

            Vino segera menempelkan telunjuk nya di bibirku...

“Ssstt... Udah ya sayang, kamu kayak gini kan karena kamu berkorban buat aku. Vira, aku udah salah memilih, ternyata aku udah ngelakuin tindakan paling bodoh di hidup ku, gak seharusnya aku ninggalin orang yang sayang banget sama aku, dan rela ngorbanin segala nya buat aku, kayak kamu...”

            Sejak saat itu, aku dan Vino kembali bersama. Saat Vino sudah menyelesaikan kuliah nya, dia segera melamarku dan menikahi ku. Kami hidup rukun bahagia bersama buah cinta kami. Maka dari itu, jangan pernah menyerah saat cinta mu hilang dari hidup mu, kejar lah cinta itu selagi kau mampu, dan yakinkan hatimu jika hanya dia cinta sejatimu. Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik untuk umatnya.

                                                              ******* END *******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar