Begitu kabar tersebut tersebar di seluruh
kota Surabaya, sebentar saja Jl. Tunjungan dibanjiri oleh rakyat,
mulai dari pelajar berumur belasan tahun hingga pemuda dewasa, semua
siap untuk menghadapi segala kemungkinan. Massa terus mengalir hingga
memadati halaman hotel serta halaman gedung yang berdampingan penuh
massa dengan luapan amarah. Agak ke belakang halaman hotel, beberapa
tentara Jepang tampak berjaga-jaga. Situasi saat itu menjadi sangat
eksplosif.
Tak lama kemudian Residen Sudirman datang. Kedatangan pejuang dan diplomat ulung yang waktu itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan)
yang masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai
Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, menyibak kerumunan massa lalu
masuk ke hotel. Ia ingin berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawan.
Dalam perundingan itu Sudirman meminta agar bendera Triwarna segera
diturunkan.
Ploegman menolak, bahkan dengan kasar mengancam, “Tentara Sekutu telah
menang perang, dan karena Belanda adalah anggota Sekutu, maka sekarang
Pemerintah Belanda berhak menegakkan kembali pemerintahan Hindia
Belanda. Republik Indonesia? Itu tidak kami akui.” Sambil mengangkat
revolver, Ploegman memaksa Sudirman untuk segera pergi dan membiarkan
bendera Belanda tetap berkibar.
Melihat gelagat tidak menguntungkan itu, pemuda Sidik dan Hariyono yang
mendampingi Sudirman mengambil langkah taktis. Sidik menendang
revolver dari tangan Ploegman. Revolver itu terpental dan meletus tanpa
mengenai siapapun. Hariyono segera membawa Sudirman ke luar, sementara
Sidik terus bergulat dengan Ploegman dan mencekiknya hingga tewas.
Beberapa tentara Belanda menyerobot masuk karena mendengar letusan
pistol, dan sambil menghunus pedang panjang lalu disabetkan ke arah
Sidik. Sidik pun tersungkur.
Di luar hotel, para pemuda yang mengetahui kejadian itu langsung
merangsek masuk ke hotel dan terjadilah perkelahian di ruang muka hotel.
Sebagian yang lain, berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan
bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Sudirman turut terlibat
dalam pemanjatan tiang bendera. Akhirnya ia bersama Kusno Wibowo
berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan
mengereknya ke puncak tiang kembali. Massa rakyat menyambut
keberhasilan pengibaran bendera merah putih itu dengan pekik “Merdeka”
berulang kali, sebagai tanda kemenangan, kehormatan dan kedaulatan
negara RI.
Kemudian meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan
tentara Inggris pada 27 Oktober 1945. Serangan-serangan kecil itu
ternyata dikemudian hari berubah menjadi serangan umum yang hampir
membinasakan seluruh tentara Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C.
Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar