Kematian Brigadir Jenderal Mallaby
Setelah diadakannya gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak
tentara Inggris ditandatangani tanggal 29 Oktober 1945, keadaan
berangsur-angsur mereda. Tetapi walau begitu tetap saja terjadi
keributan antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya.
Bentrokan-bentrokan bersenjata dengan tentara Inggris di Surabaya,
memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan
tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober 1945. Mobil Buick
yang sedang ditumpangi Brigjen Mallaby dicegat oleh sekelompok milisi
Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah. Karena terjadi salah
paham, maka terjadilah tembak menembak yang akhirnya membuat mobil
jenderal Inggris itu meledak terkena tembakan. Mobil itu pun hangus.
Ultimatum 10 November 1945
Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya (Mayor
Jenderal Mansergh) mengeluarkan ultimatum yang merupakan penghinaan
bagi para pejuang dan rakyat umumnya. Dalam ultimatum itu disebutkan
bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor
dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri
dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi
tanggal 10 November 1945.
Ultimatum tersebut ditolak oleh Indonesia. Sebab, Republik Indonesia
waktu itu sudah berdiri (walaupun baru saja diproklamasikan), dan
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sebagai alat negara juga telah dibentuk.
Selain itu, banyak sekali organisasi perjuangan yang telah dibentuk
masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar.
Badan-badan perjuangan itu telah muncul sebagai manifestasi tekad
bersama untuk membela republik yang masih muda, untuk melucuti pasukan
Jepang, dan untuk menentang masuknya kembali kolonialisme Belanda (yang
memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar