ASAL USUL NAMA BOROBUDUR
Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini.
Salah satunya menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata
Sambharabhudhara, yaitu artinya "gunung" (bhudara) di mana di
lereng-lerengnya terletak teras-teras.
Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya.
Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan "para Buddha" yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur.
Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata "bara" dan "beduhur".
Kata bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada pula penjelasan
lain di mana bara berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya kompleks
candi atau biara dan beduhur artinya ialah "tinggi", atau mengingatkan
dalam bahasa Bali yang berarti "di atas".
Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi.
Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar
doktor pada 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan.
Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Kahulunan, Casparis memperkirakan
pendiri Borobudur adalah raja Mataram dari wangsa Syailendra bernama
Samaratungga, yang melakukan pembangunan sekitar tahun 824 M.
Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani.
Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad.
Dalam prasasti Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan
tanah sima (tanah bebas pajak) oleh Çrī Kahulunan (Pramudawardhani)
untuk memelihara Kamūlān yang disebut Bhūmisambhāra.
Istilah Kamūlān sendiri berasal dari kata mula yang berarti tempat asal muasal, bangunan suci untuk memuliakan leluhur,
kemungkinan leluhur dari wangsa Sailendra.
Casparis memperkirakan bahwa Bhūmi Sambhāra Bhudhāra dalam bahasa
sansekerta yang berarti "Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan
boddhisattwa", adalah nama asli Borobudur.
BANGUNAN CANDI BOROBUDUR
URAIAN BANGUNAN CANDI BOROBUDUR
Candi Borobudur di bangun mengunakan batu Adhesit sebanyak 55.000 M3
bangunan Candi Borobudur berbentuk limas yang berundak – undak dengan
tangga naik pada ke – 4 sisinya ( Utara, selatan, Timur Dan Barat )
pada Candi Borobudur tidak ada ruangan di mana orang tak bisa masuk melainkan bisa naik ke atas saja.
Lebar bangunan Candi Borobudur 123 M
Panjang bangunan Candi Borobudur 123 M
Pada sudut yang membelok 113 M
Dan tinggi bangunan Candi Borobudur 30.5 M
Pada kaki yang asli di di tutup oleh batu Adhesit sebanyak 12.750 M3 sebagai selasar undaknya.
Candi Borobudur memiliki struktur dasar punden berundak, dengan enam
pelataran berbentuk bujur sangkar, tiga pelataran berbentuk bundar
melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya.
Selain itu tersebar di semua pelatarannya beberapa stupa.
Sepuluh pelataran yang dimiliki Borobudur menggambarkan secara jelas filsafat mazhab Mahayana.
Bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh tingkatan
Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi
Buddha.
Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah".
Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi.
Pada bagian yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 120 panel cerita Kammawibhangga.
Sebagian kecil struktur tambahan itu disisihkan sehingga orang masih dapat melihat relief pada bagian ini.
Empat lantai dengan dinding berelief di atasnya oleh para ahli dinamakan Rupadhatu.
Lantainya berbentuk persegi.
Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk.
Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam atas.
Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk-ceruk dinding di atas ballustrade atau selasar.
Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief.
Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud).
Denah lantai berbentuk lingkaran.
Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana manusia sudah bebas dari
segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai
nirwana.
Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam kurungan.
Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar.
Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud dilambangkan berupa stupa yang terbesar dan tertinggi.
Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang.
Di dalam stupa terbesar ini pernah ditemukan patung Buddha yang tidak
sempurna atau disebut juga unfinished Buddha, yang disalahsangkakan
sebagai patung Adibuddha, padahal melalui penelitian lebih lanjut tidak
pernah ada patung pada stupa utama, patung yang tidak selesai itu
merupakan kesalahan pemahatnya pada zaman dahulu.
menurut kepercayaan patung yang salah dalam proses pembuatannya memang tidak boleh dirusak.
Penggalian arkeologi yang dilakukan di halaman candi ini menemukan banyak patung seperti ini.
Di masa lalu, beberapa patung Buddha bersama dengan 30 batu dengan
relief, dua patung singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga dan
gerbang dikirimkan kepada Raja Thailand, Chulalongkorn yang mengunjungi
Hindia Belanda (kini Indonesia) pada tahun 1896 sebagai hadiah dari
pemerintah Hindia Belanda ketika itu.
Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain.
Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit.
Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat.
Di lorong-lorong inilah umat Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan.
Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur bertingkat-tingkat ini diduga
merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak, yang merupakan
bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.
Struktur Borobudur bila dilihat dari atas membentuk struktur Mandala.
Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan sistem
interlock yaitu seperti balok-balok Lego yang bisa menempel tanpa lem.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar