Selasa, 15 Januari 2013

NABI PEREMPUAN (2)

Dengan logika ini, kita bisa menyatakan bahwa dahulu pun mungkin saja pernah lahir seorang nabi di kepulauan Indonesia. Bahkan, bukan hanya satu. Boleh jadi telah lahir beberapa nabi dari bangsa ini. Dari Palestina—sebagaimana terekam dalam kitab suci—telah lahir sejumlah Nabi. 
Akan tetapi, kebanyakan mufasir Islam bersepakat bahwa nabi itu hanya terdiri dari laki-laki. Ibnu Qasim al-Ghuzzi (w. 918), pengarang kitab Fathul Qarib, menyatakan bahwa nabi adalah seorang laki-laki yang diberi wahyu oleh Allah. Dengan pengertian ini, jelas tak ada nabi perempuan. Yang ada hanya nabi laki-laki.

Namun, setelah saya cek ke sejumlah kitab, ternyata status kenabian tak hanya dimonopoli kaum laki-laki. Ada juga nabi dari kalangan perempuan. Misalnya Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa al-Nihayah (Juz II, hlm. 59) mengutip satu pendapat yang menyatakan bahwa tak tertutup pintu bagi hadirnya nabi perempuan. Dikemukakan bahwa Maryam atau Bunda Maria adalah salah seorang nabi. Perempuan lain yang diangkat menjadi Nabi, menurut pendapat ini, adalah Sarah (ibu Nabi Ishaq, isteri Nabi Ibrahim), dan ibu Nabi Musa.

Ulama yang berpendapat demikian misalnya bersandar pada ayat Alquran, wa awhayna ila ummi musa an ardhi’ihi fa idza khifti ‘alaihi, fa alqihi fi al-yamm (telah Kami wahyukan kepada ibu Musa; susukanlah dia, dan apabila kamu khawatir kepadanya maka lemparkanlah ia ke dalam sungai (Nil).
Bagi ulama tersebut, wahyu hanya terjadi pada diri seorang nabi. Oleh karena itu, perempuan yang mendapatkan wahyu adalah seorang Nabi. Saya menyertai ulama tersebut; bahwa wahyu bukan hanya turun kepada laki-laki, melainkan juga terhadap perempuan. Alquran telah menunjukkan bahwa Tuhan tak melakukan diskrminasi jenis kelamin dalam perkara pewahyuan sekaligus penabiaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar