Abu Nawas sedang berjalan-jalan santai. Ada kerumunan masa. Abu Nawas
bertanya kepada seorang kawan yang kebetulan berjumpa di tengah jalan.
“Ada kerumunan apa di sana?” tanya Abu Nawas.
“Pertunjukkan keliling yang melibatkan monyet ajaib.”
“Apa maksudmu dengan monyet ajaib?” kata Abu Nawas ingin tahu.
“Monyet yang bisa mengerti bahasa manusia, dan yang lebih menakjubkan
adalah monyet itu hanya mau tunduk kepada pemiliknya saja.” kata kawan
Abu Nawas menambahkan. Abu Nawas makin tertarik. la tidak tahan untuk
menyaksikan kecerdikan dan keajaiban binatang raksasa itu.
Kini Abu Nawas sudah berada di tengah kerumunan para penonton. Karena
begitu banyak penonton yang menyaksikan pertunjukkan itu, sang pemilik
monyet dengan bangga menawarkan hadiah yang cukup besar bagi siapa saja
yang sanggup membuat monyet itu mengangguk-angguk. Tidak heran bila
banyak diantara para penonton mencoba maju satu persatu. Mereka berupaya
dengan beragam cara untuk membuat monyet itu mengangguk-angguk, tetapi
sia-sia. Monyet itu tetap menggeleng-gelengkan kepala.
Melihat kegigihan monyet itu Abu Nawas semakin penasaran. Hingga ia
maju untuk mencoba. Setelah berhadapan dengan binatang itu Abu Nawas
bertanya,
“Tahukah engkau siapa aku?” Monyet itu menggeleng.
“Apakah engkau tidak takut kepadaku?” tanya Abu Nawas lagi. Namun monyet itu tetap menggeleng.
“Apakah engkau takut kepada tuanmu?” tanya Abu Nawas memancing. Monyet itu mulai ragu.
“Bila engkau tetap diam maka akan aku laporkan kepada tuanmu.” lanjut
Abu Nawas mulai mengancam. Akhirnya monyet itu terpaksa
mengangguk-angguk. Atas keberhasilan Abu Nawas membuat monyet itu
mengangguk-angguk maka ia mendapat hadiah berupa uang yang banyak.
Bukan
main marah pemilik monyet itu hingga ia memukuli binatang yang malang
itu. Pemilik monyet itu malu bukan kepalang. Hari berikutnya ia ingin
menebus kekalahannya. Kali ini ia
melatih monyetnya mengangguk-angguk. Bahkan ia mengancam akan menghukum
berat monyetnya bila sampai bisa dipancing penonton mengangguk-angguk
terutama oleh Abu Nawas. Tak peduli
apapun pertanyaan yang diajukan.
Saat-saat yang dinantikan tiba. Kini para penonton yang ingin
mencoba, harus sanggup membuat monyet itu menggeleng-gelengkan kepala.
Maka seperti hari sebelumnya, banyak para penonton tidak sanggup memaksa
monyet itu menggeleng-gelengkan kepala. Setelah tidak ada lagi yang
ingin mencobanya, Abu Nawas maju. la mengulang pertanyaan yang sama.
“Tahukah engkau siapa daku?” Monyet itu mengangguk.
“Apakah engkau tidak takut kepadaku?” Monyet itu tetap mengangguk.
“Apakah engkau tidak takut kepada tuanmu?” pancing Abu Nawas. Monyet itu
tetap mengangguk karena binatang itu lebih takut terhadap ancaman
tuannya daripada Abu Nawas. Akhirnya Abu Nawas mengeluarkan bungkusan
kecil berisi balsam panas.
“Tahukah engkau apa guna balsam ini?” Monyet itu tetap mengangguk .
“Baiklah, bolehkah kugosokselangkangmu dengan balsam?” Monyet itu
mengangguk. Lalu Abu Nawas menggosok selangkang binatang itu. Tentu saja
monyet itu merasa agak kepanasan dan mulai-panik. Kemudian Abu Nawas
mengeluarkan bungkusan yang cukup besar. Bungkusan
itu juga berisi balsam.
“Maukah engkau bila balsam ini kuhabiskan untuk menggosok selangkangmu?”
Abu Nawas mulai mengancam. Monyet itu mulai ketakutan. Dan rupanya ia
lupa ancaman tuannya sehingga ia terpaksa menggeleng-gelengkan kepala
sambil mundur beberapa langkah.
Abu Nawas dengan kecerdikan dan akalnya yang licin mampu memenangkan
sayembara meruntuhkan kegigihan monyet yang dianggap cerdik. Ah,
jangankan seekor monyet, manusia paling pandai saja bisa dikecoh Abu
Nawas!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar