Dengan logika ini, kita bisa menyatakan bahwa dahulu pun mungkin saja
pernah lahir seorang nabi di kepulauan Indonesia. Bahkan, bukan hanya
satu. Boleh jadi telah lahir beberapa nabi dari bangsa ini. Dari
Palestina—sebagaimana terekam dalam kitab suci—telah lahir sejumlah
Nabi.
Akan tetapi, kebanyakan mufasir Islam bersepakat bahwa nabi itu hanya
terdiri dari laki-laki. Ibnu Qasim al-Ghuzzi (w. 918), pengarang kitab Fathul Qarib,
menyatakan bahwa nabi adalah seorang laki-laki yang diberi wahyu oleh
Allah. Dengan pengertian ini, jelas tak ada nabi perempuan. Yang ada
hanya nabi laki-laki.
Namun, setelah saya cek ke sejumlah kitab, ternyata status kenabian
tak hanya dimonopoli kaum laki-laki. Ada juga nabi dari kalangan
perempuan. Misalnya Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa al-Nihayah
(Juz II, hlm. 59) mengutip satu pendapat yang menyatakan bahwa tak
tertutup pintu bagi hadirnya nabi perempuan. Dikemukakan bahwa Maryam
atau Bunda Maria adalah salah seorang nabi. Perempuan lain yang diangkat
menjadi Nabi, menurut pendapat ini, adalah Sarah (ibu Nabi Ishaq,
isteri Nabi Ibrahim), dan ibu Nabi Musa.
Ulama yang berpendapat demikian misalnya bersandar pada ayat Alquran, wa awhayna ila ummi musa an ardhi’ihi fa idza khifti ‘alaihi, fa alqihi fi al-yamm
(telah Kami wahyukan kepada ibu Musa; susukanlah dia, dan apabila kamu
khawatir kepadanya maka lemparkanlah ia ke dalam sungai (Nil).
Bagi ulama tersebut, wahyu hanya terjadi pada diri seorang nabi. Oleh
karena itu, perempuan yang mendapatkan wahyu adalah seorang Nabi. Saya
menyertai ulama tersebut; bahwa wahyu bukan hanya turun kepada
laki-laki, melainkan juga terhadap perempuan. Alquran telah menunjukkan
bahwa Tuhan tak melakukan diskrminasi jenis kelamin dalam perkara
pewahyuan sekaligus penabiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar