Selasa, 22 Oktober 2013

THE SHINING STAR (1)

Malam ini bintang bintang sedang bersinar dengan terangnya, bulan pun tidak kalah memancarkan cahayanya, menyembunyikan kegelapan malam. Hal ini membuat Carrisa sangat senang, karena ia bisa melihat bintang sepuasnya. Berbeda dengan Casey, Sahabatnya yang memejamkan mata ke arah Carrisa seakan keindahan malam ini tidak menarik untuknya. Tapi dibalik itu tersimpan sebuah masa lalu.

“ Casey, jangan bilang kau terpesona dengan wajahku.” Carrisa mengalihkan pandanganya pada Casey sambil memasang wajah geli.
“ Apa ? yang benar saja. Mataku tertutup. Kau pikir aku penyuka sesama jen ~ ah sudahlah.”
“ haha. Tenang tenang aku juga bukan tipikal wanita seperti itu.” Kekeh Carrisa
“ Bagus. Bagaimana kalau kita pulang, sudah hampir 2 jam kita berbaring di rumput ini dan kurasa kulitku sudah membeku sekarang.”

“ Ah ayolah. Apakah kau tidak bisa menikmati apa yang sedang kunikmati sekarang. Menatap keindahan dunia malam. Bintang, Bulan, Semilir angin dan hal lainnya. Itu mengasikkan Casey.”
“ Dan aku tidak suka.” Protes Casey
“ Selalu itu yang kau ucapkan setiap kita kesini. Aku tahu kau sahabatku, tapi kalau kau tidak menyukai rutinitas ini sebaiknya kau tidak usah ikut. Padahal yang kudengar dari Ibumu kau suka sekali dengan ilmu astronomi dan meneliti langit.”
“ Memang. Dan sekarang aku sudah tidak tertarik.”

Carrisa menghela nafas. Inilah yang selalu Casey jawab jika dia sudah mulai mengungkit tentang hal semacam ini. Casey akan berubah menjadi wanita yang menyebalkan dan ketus. Tapi, Carrisa adalah sudah menjadi sahabatnya sejak 5 tahun lalu dan pergi ke tempat ini nyaris setiap minggu, seharusnya dia sudah tau apa yang menyebabkan Casey seperti ini. Keheninganpun kembali tercipta.

“ Aku tidak tahu apa yang membuatmu seperti ini Casey. Tapi kau harus tahu bahwa aku kesini karena aku merindukan orangtuaku. Mereka bilang mereka akan selalu ada diantara hamparan bintang. Dan aku mengajakmu hanya untuk menunjukan bahwa aku tidak kesepian disini. Karena aku memiliki sahabat.”

Carrisa mulai angkat bicara. Sedangkan Casey hanya memejamkan matanya seolah yang dikatakan Sahabatnya ini angin lalu. Dia malas membicarakan hal yang berbau kematian dengan sahabatnya ini.
“ Ah, dan kau harus tahu juga Casey. Jika aku sudah tidak ada didunia ini lagi aku juga ingin menjadi bintang, yang paling bersinar.”

“ kurasa kau tidak normal Carrisa. Mana mungkin kau ingin menjadi sebuah bola gas yang panas ? dan menjadi yang paling bersinar ? itu artinya kau bintang paling panas. Carilah tempat trasformasi lain.”
“ aku tahu kalau bintang itu berasal dari bola gas. Orang orang bahkan tidak mau mendekatiku dari dekat. Tapi, bukankah semua orang menyukai bintang yang terlihat dari jauh ?”
“ Semua orang kecuali aku.”

“ Benarkah ? mungkin kalau aku mati kau akan menyukai bintang.”
“ Berhentilah membicarakan kematian Carr. Aku tidak akan memaafkanmu kalau kau pergi sekarang. Dan tentu saja aku akan makin membenci segala tentang malam hari.”
“ menyeramkan sekali mendengarmu sampai harus membenci malam hari.” Carrisa menggelengkan wajahnya mendengar ucapan sahabatnya itu.
“lalu apa yang bisa kulakukan agar kau tidak menyalahkan kematianku ?”
“ Tetap hidup dan menjadi sahabatku hingga kita sudah dewasa dan aku sudah merelakanmu pergi.”
—————–

“ Carr, tidak apa kan aku tidak menemanimu pergi ke taman kota malam ini ?” Ucap Casey dari telefon.
“ Ah, akhirnya kau mengakui juga kalau kau tidak suka hal yang berbau malam. Seperti Bintang misalnya .” Carrisa menjawab dengan sedikit terkekeh.
“ Bukan bukan. Malam ini aku ikut latihan Tari. Kau tahu kan dua hari lagi sekolah kita akan mengadakan Lomba ?”
“ Ya ya. aku hanya bercanda, kalau begitu semoga latihannya berjalan lancar.”
“Ok. Bye.”

Casey langsung memutuskan sambungan telefonnya, dan entah kenapa perasaannya berubah menjadi tidak enak. Tanpa memikirkan itu, ia segera beranjak ke ruang keluarga, berpamitan dengan Ayah dan Ibunya yang sedang menonton tv.

“ Yah, bu. aku berangkat latihan Tari dulu.”
Pamit Casey pada Kedua orangtuanya. Ayahnya hanya menganggukan kepalanya tanda setuju.
“ Tumben sekali. Biasanya kau pergi ke taman kota setiap malam minggu bersama Carrisa.” Tanya Ibunya
“ Dua hari lagi lombanya, bu. Lagipula aku sudah bilang pada Carrisa kok.”
“ Okay. kalau begitu jangan pulang terlalu larut.”
“ Pastinya.”

Ketika Casey hendak beranjak dari ruang keluarga tiba tiba Ayahnya menyela.
“ Hm. Cass, tidak tertarikkah kau mengunjungi kakakmu ? kau belum pernah mengunjunginya semenjak itu.”
“ No. Salah siapa dia tidak menepati janjinya.”
“ Lalu sampai kapan kau akan menyalahkan kakakmu yang tidak bersalah itu ?”
“ Entahlah. Mungkin suatu hari nanti aku akan memaafkannya. Tapi tidak sekarang.”
—–

Casey mengusap peluh yang terus mengalir dari pelipisnya sembari meminta ijin beristirahat. Entah berapa jam dia berlatih tari dengan kelompoknya tanpa jeda mengingat tengat waktu menuju lomba sudah dekat. Dia melihat jam yang tertera di Hpnya, 9 malam. Biasanya jam segini dia sedang mengahabiskan waktu dengan Sahabat baiknya di Taman Kota, hal itu membuat perasaannya kembali tidak enak. Dan dia sedikit terlonjak merasakan getaran di Hpnya. Telefon dari seseorang.

“ Ya, Casey disini.”
“Nak Casey, Bisakah kau ke rumah sakit sekarang ?”
Ucap suara disebrang dengan sedikit terisak yang sukses membuat Casey tersentak.
“Ada apa ? Siapa yang sakit ?”
“ Ini nenek Carrisa. Nanti nenek jelaskan setibanya kau disini.”

“Carissa ? Rumah sakit mana ? biar saya kesana sekarang !”
Setelah mendapat alamat Rumah sakit yang ditunjukan Nenek Carrisa, dengan langkah tergesa Casey meminta ijin pada Pelatih Tarinya dan langsung meninggalkan Studio tempatnya berlatih. Lalu menyetop taksi yang lewat dihadapannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar