Rabu, 13 November 2013

CERPEN : DILEMA CINTA SI UKHTII

Hari semakin siang, panas tambah terik, kicau burung yang riuh seakan menertawaiku yang tengah resah, gundah gulana termangu di teras. Semilir angin sepoi-sepoi sesekali menghantam tubuhku, tak karuan batinku semenjak kejadian itu aku seakan tak bersemangat, makan tak nafsu, apapun yang aku jalani berantak gara-gara aku kenal cowok berwajah teduh dengan jenggot tipis yang aku anggap baik, sholeh, pengertian, hingga membuatku jatuh hati. tapi akhir-akhir ini dia menghilang lenyap begitu saja tanpa kabar setelah dia mengirim pesan singkat “aku sayang padamu” satu kalimat ini yang membuat hidup tak tenang “katanya sayang kok gak ada perhatiannya sama sekali sih, jangan-jangan aku cuma buat mainan” batinku negatif. “jaman sekarang cari cowok baik bagai mencari jarum di tumpukan jerami, kebanyakan lain di mulut lain di hati” lanjut batinku.
Panas sudah lagi terasa, mentari yang sudah menemani siangku melambaikan berpamitan kembali ke peraduan tanda hari sudah petang. Aku belum juga beranjak dari tempat dudukku.
Allahu akbar… Allahu akbar… suara adzan maghrib memecah kesepian.
“sinta masuk sudah adzan sayang” hingga akhirnya suara panggilan sesosok paruh baya yang tak lain adalah ibuku dari dalam rumah membangkitkanku. “ah masa bodoh lah” gumamku seraya mengambil ponsel lalu masuk ke dalam rumah menjalankan kewajibanku sebagai seorang muslim.
Dret… dret… hapeku bergetar mengagetkan. Kuambil dan terlihat di layar tertulis 1 pesan diterima. Kutekan tombol ok, hati berbunga-bunga, sejuk bak panas setahun dihapus hujan sehari membaca tulisan tertera di layar
from ardi
“assalamu’alaikum”
Dalam wajah terpancar kebahagiaan
“wa’alaikumussalam”
kubalas sms itu dengan bibir tak henti tersenyum, tangan gemetar dan hati berdebar. Detik berganti menit, menit berganti jam telepon genggamku tak juga bergetar, sesekali kupencet tombol mata tertuju memandangi layar padahal aku sudah tahu kalau ada sms masuk pasti ada tanda. Wajah kembali muram lesu, bunganya kembali layu yang ditunggui tak datang. Suara panggilan untuk menghadap-Nya samar-samar terdengar di telinga. Tubuh yang letih hati yang risau kupaksakan untuk mengambil air wudhu dan menjalankan kewajiban. Terlihat jam yang menempel di dinding menunjukkan pukul 21 akupun terlelap dalam tidur malamku.
Mentari mulai menyinari kamarku dari jendela yang kubuka ba’da subuh tadi namun belum juga mengusir dingin dari tubuhku.
Kuambil hp di atas meja malah mengingatkan aku kembali padanya yang tak membalas sms semalam. Aku mencoba alihkan perhatian, kuletakkan kembali hp di genggaman, melupakan sejenak menghapus tentangnya dari pikiranku. Kaki melangkah menghampiri ibu yang sedang sibuk mempersiapkan sarapan kami sekeluarga.
“pagi bu” sapaku duduk di meja makan meneguk segelas susu yang sudah tersedia.
“pagi juga sayang”
“tumben langsung minum susu” lanjut ibu curiga melihatku yang biasa paling susah minum susu.
“hehehe.. gak boleh ya bu? abis susu buatan ibu menggoda” jawabku mengelak.
“boleh… malah bagus, ibu seneng kalau kamu suka susu sekarang biar gemukan” sindir ibu yang memang tubuhku kurus.
ibu tak merespon apa-apa melanjutkan menggoreng telur dadar kesukaan ayah.
“ayah” sapaku kepada ayah yang baru datang dari arah kamar mandi samping dapur.
“apa sinta?”
“ayah sekarang kerja ya?” tanyaku basa-basi yang sudah tahu ayah pasti kerja kecuali ahad.
“iya dong, ini hari apa coba?”
“sabtu ayah” jawabku tersipu malu.
Suasana kembali sunyi ayah sudah tancap gas kerja ibu ke pasar sedang aku masih libur kuliah. “benar-benar hari yang membosankan” gumamku Tak ada lagi kegiatan selain bangun, sarapan, nongkrong depan televisi kebiasaanku setiap pagi di hari libur. Virus merah jambu telah menyerangku, hama rindu membuat lemah tak berdaya, adakah pestisida untuk membasminya? Aku bak burung dalam sangkar tak bisa terbang bebas terpenjara oleh perasaan kegalauan yang tiada henti. Di sisi lain kebahagiaan menyelimutiku ada yang sayang pada diri ini namun di sisi lainnya kehangatan tak kurasa perasaan resah tak menentu yang selalu membuat tubuh ini dingin tak pernah ada kabar darinya atau menanyakan kabarku seakan hanya buat permainan.
Film kartun di layar kaca yang kupantengin sedari tadi mampu membuatku tenggelam dalam tawa, terlupa akan dirinya.
Tuling tuling… dreett.. dreeett.. ponsel hitam kesayangan yang selalu setia kemanapun aku pergi tiba-tiba terdengar tanda pesan masuk diterima “paling temenku” celetuk bibirku tebakanku salah, satu pesan yang kuterima dari ardi orang yang kukenal dari pertemuan singkat saat itu dan kini membuatku serba salah.
“assalamu’alaikum”
“wa’alaikumussalam, kamu beneran sayang ma aku?” balasku memberanikan diri bertanya untuk menjawab kegalauan hati.
“bener aku sayang kamu” senyum kecil merekah wajah merah merona membaca pesan itu.
Jawaban itu tak cukup memuaskan hati kembali kubalas pesannya dengan satu pertanyaan mengganjal di hati membuatku berpikir negatif yang tersimpan karena sikapnya yang cuek.
“adakah yang lain di hatimu?”
Seperti layaknya yang lain aku ingin tetap satu satu di hatinya dan tak ingin diduakan.
“apakah dia marah padaku? apakah benar ada yang lain di hatinya? apakah aku salah” tanyaku dalam hati menanti pesan yang tak ada jawaban. Suasana berubah dramatis tiba-tiba air mata membasahi pipi, bibir beku kelu tak bisa lagi tersenyum seperti satu jam yang lalu tubuh letih hati makin tak karuan, pemuda yang selama ini aku harapkan seorang pangeran tampan memiliki keteguhan iman yang kuat menghilang entah kemana bagai debu yang terpa angin.
“ternyata semua laki-laki sama saja” pikirku seraya menghapus air mata yang mengalir tiada henti.
1 tahun kemudian aku lulus dari Perguruan Tinggi Negeri dengan hasil yang memuaskan. Selama waktu itulah tak pernah ada komunikasi antara aku dan Ardi bahkan aku dengan cowok lain karena sebelumnya aku juga jarang dekat dengan ikhwan, dalam agama yang aku anut yaitu islam melarang seorang wanita berhubungan dengan laki-laki kecuali ada keperluan dan aku coba taat itu. Aku yakin Allah akan memberi jodoh terbaik biarlah cinta ini berlayar dan berlabuh dihati yang tepat
Selang 15 menit aku sampai depan rumah, motor kuparkirkan di teras samping motor yang sudah ada dulu di situ. Aku hafal betul motor siapa, pemilik motor itu adalah Ardi, aku hanyut dalam lamunan teringat seorang laki-laki yang aku kenal di kampus 3 tahun lalu yang membuatku mabuk kepayang dilanda kegalauan.
“astagfirullah” ucapku tersadar
langsung aku sandarkan motor matic ku lalu masuk ke dalam rumah
“assalamu’alaikum” sapaku pada semua.
“wa’alaikumsalam” jawab semua serempak termasuk Ardi.
Semua terdiam aku dan Ardi hanya saling pandang tersenyum.
“Ardi kau masih yang kukenal dulu” batinku.
“sini nak, Ardi sudah menunggu sedari tadi” suruh ayah memecahkan suasana hening.
“iya yah” aku menghampiri mereka duduk di samping ibu.
“silakan nak Ardi sampaikan apa maksudmu datang kemari” pinta ayah kepada Ardi
“iya pak, sebelumnya saya minta maaf jika kedatangan saya kemari mengagetkan dan mendadakan dan tidak bersama kedua orangtua saya dikarenakan saya hanya ambil cuti 3 hari dan kedua orangtua saya di luar jawa. Pak maksud kedatangan saya kemari ingin meminang putri bapak yang akan saya jadikan sebagai pendamping hidup saya menyempurnakan diin saya”
Sungguh berdebar hati mendengar pernyataan Ardi seorang yang aku tunggu bagai di dunia mimpi. Aku hanya bisa menunduk dengan wajah kemerah-merahan menahan senyum
“kalau masalah itu sepenuhnxa aku serahkan kepada Sinta, bagaimana jawabanmu nak?”
“bukannya ada yang lain ya di hatimu?” tanyaku pada Ardi mengingat pertanyaan terakhir waktu itu belum terjawab dan kumasih penasaran walau Ardi sudah meminangku. Ardi tak menjawab hanya tersenyum manis padaku.
“duhai ukhtii maukah kau jadi pendamping hidupku?”
Aku sudah tak bisa berkata apa-apa hanya anggukan sebagai tanda setuju.
“Duhai bidadari syurga yang kupilih jadi permasuriku
Duhai yang kucintai karena-Nya,
Duhai calon ibu dari anak-anakku kelak maafkan aku jika selama ini aku tak pernah menghubungimu dan saatku hadir lancang meminangmu, dalam diamku bukan berarti aku tak peduli padamu, selalu terlantun do’a di akhir sujudku untukmu, aku ingin menjaga perasaan ini agar indah pada saatnya, kesabaran yang panjang akhirnya berakhir dan kumampu membawa dalam mahligai pernikahan. Dan maaf satu pertanyaan yang dikau tanyakan. Bukannya aku lupa dan mengabaikan, aku masih ingat. Kau tetap satu wanita di hatiku namun benar ada yang lain di hati ini dan ijinkan aku selalu meletakkan Ia yang pertama. Tak usah kau risau aku tak akan menduakanmu karena Ia akan memberiku ijin untukku mencintaimu sepenuhnya karena-Nya. Karena Allah-lah yang membuat kita ada, menumbuhkan rasa cinta, mempertemukan kita dan menyatukan kita.
Duhai calon penyempurna hidupku selamat tidur ya, maaf jika pesan ini mengganggumu
Tunggu aku.. esok hari aku akan menjadikanmu satu-satunya permaisuri dalam hidupku. Semoga lancar… aamiin…
wassalamu’alaikum…”
Derai air mata menjadi saksi aku membaca pesan yang di kirim Ardi melalui e-mail di laptopku tepat di malam sebelum hari pernikahanku dengan Ardi.
Hari sudah malam diri ini beranjak menuju jendela. Terlihat oleh sepasang bola mataku janur melengkung di depan rumah, bapak-bapak dan para pemuda masih sibuk mendekorasi tenda, beberapa ibu-ibu dengan segala aktivitasnya masing-masing ada yang masak, menata meja prasmanan, anak-anak berlarian menambah riuh suasana.
Terdiam sejenak penglihatanku berpaling ke baju kebaya putih tergantung di dinding yang akan aku kena pada ahad nikah besok. Sungguh bahagia aku mendapat calon suami seperti Ardi, seorang laki-laki yang taat mencintai tanpa kuketahui, tak pernah mengajakku pacaran dan tak berpaling kelain hati. Akhirnya pertanyaanku terjawab melalui pesan yang tadi dikirim Ardi.
“iiih.. calon pengantin belum tidur, besok gak kelihatan segar kalo tidur kemaleman” ledek fani tetangga sebelahku di balik jendela.
“ah kamu fan, iya ini mau tidur kok” jawabku.
“nah gitu dong biar besok pengantin prianya tambah terkesima melihatmu, hehehe” imbuh fani.
Aku hanya tersenyum lalu meninggalkan fany.
Subuh sudah datang, aku segera laksanakan kewajiban karena sudah nampak penata rias menunggu. Penata rias usai mendandani diri ini, di cermin ada bayangan wanita berhijab putih dihias bunga melati segar lengkap dengan kebayaknya.
“benar ini aku?” tanya dalam batinku. Ibuku juga terlihat cantik mengenakan kebayak cream menghampiriku
“subhanallah cantik banget kamu sayang..” puji ibu padaku
“makasih ibu”
“sudah siap kamu nak?” tanya ibu bermaksud mengajakku keluar.
“insyaallah buk”
“yuk keluar Ardi dan keluarganya serta para tamu sudah datang”
Di bawah tenda biru para tamu berdatangan duduk di tempat yang sudah disediakan. Seorang laki-laki berpeci dengan jas hitam dan dasi menepati janjinya semalam duduk didampingi saudaranya dan pak penghulu siap di depannya. Aku digandeng ibu menuju kursi kosong dekat Ardi.
Ijab qabul berjalan khitmat. Ardi mengikrarkan janji dengan lancar.
Alhamdulillah… gema setiap tamu mengucap syukur. Kucium tangan Ardi seorang pria yang pertama ku sentuh dalam hidup dan halal bagiku.
Syukur Alhamdulillahirabbil’alamiin ku ucapkan padamu ya Rabb yang telah mempertemukan aku dengan orang yang selama ini kudambakan. Tak akan ada lagi dilema cinta karena Kau telah ikat kami dalam ikatan yang suci dan selalu bersama sepanjang sisa usiaku. Ya Allah jadikan keluarga kami menjadi keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Aamiin Ya Rabbal ‘alamiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar