Rabu, 27 November 2013

CERPEN : UNTOLD STORY

I have been here for you..
Cause, I don’t want to see you feel lonely anymore..
Leon berhenti memetik senar gitar setelah ia selesai menyanyikan lagu ciptaannya sendiri. Seperti biasa, aku menyambutnya dengan tepuk tangan riuh. Seakan habis menonton pertunjukkan seorang bintang besar. Kami berdua duduk di bawah naungan pohon besar yang usianya mungkin sudah ratusan tahun. Usianya semakin menua seiring dengan pertambahan usia kami berdua.
Leon.. Laki-laki bertubuh jakung, berkulit kuning langsat, berambut cepak terlihat kumal karena keringat yang membanjir. Kami berdua masih memakai seragam sekolah. Kubiarkan semilir angin menerbangkan rambutku.
“Hahaha.. Nggak kerasa ya.. sekarang kita udah jadi murid SMA!” seru Leon riang. Ia kemudian merebahkan dirinya ke atas padang rumput dan membiarkan gitarnya bersandar pada batang pohon.
Menanggapi perkataan Leon, aku hanya bisa mengangguk mantap, “Bener.. Dan, nggak kerasa juga persahabatan kita udah menginjak usia yang kelima tahun!”
Leon meringis, “Nggak nyangka.. ternyata sampai segitunya kamu ngitungin berapa lama kita bersahabat..”
“Jelas dong.. kamu tahu kan kalau masalah hitung-hitungan dan hapalan itu aku jagonya?” timpalku membusungkan dada.
Leon melayangkan sentilan jari telunjuknya ke dahiku. “Sombongnya…”
Tiba-tiba, aku mendesah perlahan. “Kita kan udah jadi anak SMA.. Berarti kita udah cukup usia dong buat tahu bagaimana rasanya jatuh cinta?”
Kali ini, Leon tampak menegang. Telinganya terasa geli, karena tak biasa mendengarku membicarakan tentang cinta. “Halah.. Itu mah gak usah dipikirin kali.. Nggak penting juga lagian. Kalaupun kita sekarang ini lagi cinta sama seseorang, paling juga cuma cinta monyet.” Leon yang terlalu cuek urusan cinta menanggapi dengan seadanya.
Bibirku mengerucut. Kesal.. Leon selalu tidak asyik buat ngobrol soal cinta, “Huh.. Pantesan aja nggak ada yang suka sama kamu. Orang kamunya aja cuek gitu..”
“Biarin.. Wekk..” Leon menjulurkan lidah setelah itu ia memalingkan wajahnya dan kemudian memejamkan mata. Aku mendengus kesal. Menyusul Leon, aku pun ikut berbaring di atas rumput dengan menjadikan tangan kananku sebagai bantalannya. Perlahan-lahan kedua mataku bergerak, mengikuti pergerakan awan yang mulai berwarna orange dengan corak keunguan. Cukup lama..
Kutarik napas panjang. Aroma rumput bercampur bau parfum khas Leon memenuhi indera penciumanku. Akh, aku selalu senang saat-saat seperti ini. Kumiringkan badanku ke samping kiri, memandang wajah Leon yang kedua matanya tampak damai terpejam. Menikmati saat-saat dimana matahari sebentar lagi akan tenggelam.
Leon.. Kenapa sih dia begitu cuek urusan cinta? Padahal, kalau dia mau membuka hatinya pun, ada banyak cewek di luar sana yang mau jadi pacarmu..
Tiba-tiba, aku jadi teringat, akan percakapanku bersama dengan teman-teman tadi pagi, di kelas. Sewaktu Leon sedang pamit untuk pergi ke toilet. Hampir seperempat gadis di kelas mengerubungi mejaku hanya untuk mengobrak-abrik info mengenai Leon. Dan dengan senang hati aku menjawab pertanyaan mereka satu per satu dan sebagai balas jasanya, mereka memberikanku tip.
Memang sih.. Leon itu kalau dilihat-lihat tampan juga.. cool tepatnya. Pose tubuhnya proporsional, pintar, peduli dan perhatian.
Ketika aku sedang monolog dengan pemikiranku sendiri, Leon tiba-tiba membuka mataku dan menangkapku basah sedang memperhatikannya lamat-lamat. Waduh.. mati aku!
“Ngapain kamu?” tanya Leon spontan. Dia langsung beranjak duduk. Aku mengikutinya dengan gelagapan. Bingung harus jawab apa. “Waduh.. jangan-jangan, kamu berencana jadiin aku cowok incaran pertamamu nih?” sambungnya ge’er. Dia hanya bisa bersikap seperti itu padaku. Pada cewek lain, tidak.
Aku tertawa geli.. Mana mungkin?
“Enak aja… Nggak mungkin lah aku suka sama kamu. Dan, asalkan kamu tau.. kalau aku suka sama kamu pun, kamu bukan cowok incaran pertamaku tau..”
Leon terkejut mendengar fakta yang baru saja kukatakan tadi. Saking terkejutnya, dia sampai membelalakkan mata. “Siapa?”
Senyuman penuh misterius terlukis pada wajahku, “Ada deh..” Sekarang giliranku mengulurkan lidah.
“Ayolah.. kasih tau aku! Siapa dia? Hari? Gilang? Langit?” Leon menyebutkan nama cowok-cowok keren di SMP maupun di SMA yang sempat dekat denganku.
Semua tebakannya salah. Sehingga aku menggeleng-gelengkan kepala, “Bukan..”
Kembali, Leon bersikap seperti anak kecil dengan memasang wajah kekanak-kanakannya di hadapanku. Sekali lagi, dia hanya bisa berbuat seperti itu hanya padaku.
Tak lama kemudian, bunyi dering handphone-nya terdengar. Segera Leon mengangkat teleponnya dan ternyata itu telepon dari ibunya yang meminta Leon untuk segera pulang ke rumah karena ada sesuatu yang harus ia kerjakan.
“Beneran nih kamu nggak mau pulang bareng aku?” tawar Leon yang kesekian kalinya setelah terus-terusan kutolak. Dengan yakin, aku tetap menganggukkan kepala.
“I still want to stay in here” sahutku mantap. Leon menyerah… Ia bangkit berdiri, membawa gitarnya dan mengucapkan kalimat perpisahan. Aku masih duduk memandanginya berjalan menjauh dengan langkah yang kurang yakin. Hahaha.. Aku tahu, sebagai sahabat yang baik, dia mencemaskanku.
Akan tetapi, untuk hari ini, aku memang benar-benar ingin tinggal lebih lama disini. Menikmati pemandangan alam yang tak kutemui di tempat lain.
Disini.. Sendirian.. Membawaku pada kenangan 5 tahun yang lalu. Bergeser aku mendekati batang pohon yang sudah tertutupi oleh lumut. Aku masih ingat betul dimana aku menggoreskan namanya… Nama cowok incaran pertamaku.. Yang bisa membuatku merasa jatuh cinta untuk pertama kali meskipun aku pada waktu itu masih berusia 10 tahun. Dan, cowok itu juga lah yang membuatku menunggu bahkan sampai sekarang ini..
Walaupun dulu, ia pernah menyakiti perasaanku. Walaupun dulu, ia pernah membuatku menangis selama berhari-hari. Entah kenapa, aku masih mencintainya.. menunggunya… bahkan sampai detik ini.
Aliran air mata bening perlahan-lahan menetes.
Aku… bagaikan seorang putri tidur yang hanya bisa menunggu ada pangeran datang menemuinya. Menjemputnya.. dan mencintainya dengan setulus hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar