Selasa, 26 November 2013

CERPEN : MAAF KU TERLAMBAT

Kriiing kriiing… suara jam weker pun membangun kan ku di pagi buta nan sejuk ini, aku terbangun kulihat jam terpusat pada angka 5 pagi. Aku langsung ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu lalu ku shalat di ruangan yang tak jauh dari kamar tidur ku tadi. Saat setelah ku mengakhiri shalat shubuh dengan menengok kanan dan kiri seraya berkata “Assalammu’alaikum warrah matullahi wabarakatu…”, tiba-tiba ku dengar dari kamar yang tak jauh dari tempat ku shalat suara gaduh, suara itu berasal dari kamar kakak ku ia bernama rafa, ya aku memiliki 1 kakak nama ku sendiri adalah dafi, kami tinggal di rumah bersama ummi karena abi sedang dinas ke luar negeri.
Ku heran dengan kegaduhan yang berasal dari kamar kakak ku itu, ku ingin tahu apa yang terjadi, tapi hati ku melarang, dan tiba-tiba aku teringat akan al-qur’an yang harus segera aku khatam kan shubuh ini juga, karena memang tinggal 3 juz lagi tersisa. Satelah ku melantunkan suara merduku melafalkan qur’an, ku terhanyut pada suara ku sendiri, begitu indah dengan nagham yang keluar dari pita suara ku ini. Tak lama ku terhanyut lantunan ku sendiri tiba-tiba kak rafa berlari mendekatiku seraya berkata,
“Daf, ini penting jika kau sudah menyelesaikan qur’an mu cepatlah temui kakak di mobil”. Aku pun mendengar suara kakak agak samar dan aku hanya mengangguk tanpa meliriknya sedikitpun, karena ku masih terfokus dengan qur’an di hadapan ku. Selang waktu 1 jam aku baru menghabiskan 2 juz al-qur’an ku, kini tinggal 1 juz lagi dan aku baru bisa menemui kakak di mobil, mungkin kak rafa sudah letih menungguku yang lama ini, kata ku dalam hati.
Akhirnya ku selesai mengkhatamkan al-qur’an ku dalam kurun waktu 3 hari, hari ini adalah hari terakhir. Ku bergegas bersiap dan langsung menemui kakak ku yang sedang berbincang dengan ummi di depan pagar rumah.
“oo.. jadi begitu, ya sudah hati-hati di jalan, dan tolong titipkan salam ummi kepada ibu teman mu itu. Sampaikan juga ummi turut berbela sungkawa.” Kata ummi ke pada kak rafa yang hendak memasuki mobil. Aku hanya menganga ketika mendengar pesan ummi, dan aku tambah kaget lagi ketika ku melihat kak rafa mengenakan pakaian serba hitam dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Ketika sampai di sebuah perumahan yang cukup mewah, ku melihat ada satu rumah di kejauhan yang di penuhi dengan karangan bunga, dan di penuhi dengan keramaian orang-orang, dan tak lupa juga berserakan bendera kuning di sekitar rumah tersebut. Ku hanya takut ternyata kegaduhan kakak pagi tadi memiliki sebab, pantas tak biasanya aku mendengar kegaduhan, biasanya hanya lantunan qur’an yang terdengar.
Setelah turun dari mobil kak rafa berpesan kepada ku agar aku diam ketika berada di dalam nanti. Aku hanya menjawab “ya!” dengan lantang karena cukup jengkel dengan larangan dan ocehannya sejak pagi tadi, memang dia kira aku anak berumur 7 tahun yang perlu di cegah sana-sini, aku ini berumur 16 tahun, sedangkan kakak ku hanya beda 1 tahun dengan ku.
Langkah demi langkah aku bersama kakak ku mendekati rumah putih itu, rumah yang menurut ku sudah tak asing lagi, aku merasa aku pernah ke tempat ini sebelumnya entah kapan dan dengan siapa. Semakin dekat melangkah semakin dekat dengan suara itu, ya suara yang dari tadi terdengar begitu menderu deras, suara tangisan yang tak henti-hentinya.
Kakak mulai menyusuri teman-teman SMA nya dan mencari-cari sosok yang ingin ia lihat terakhir kalinya. Namun ketika sampai di ruang tengah sosok yang kak rafa cari sudah tak ada, hanya tangisan yang tak hentinya melantun dari para pelawat.
“Jasadnya telah di kuburkan, kamu rafa benar?” seorang ibu-ibu memberi tahu kakak, ku rasa ia ibunya. “Mengapa secepat ini, iya bu nama saya rafa.” Sahut kakak seraya menjulurkan tangan kanannya. Ibu tersebut membalas dengan senyuman dan membalas juluran tangan kak rafa. “Rafa, tante punya sesuatu untuk mu, ini ibu temukan di kamar nya, di kotak ini bertuliskan nama mu, mungkin kau mau menerimanya?” kata ibu itu sembari tersenyum kecil. “Dengan senang hati saya akan menerimanya, bu. Ummi menitip salam dan mengucapkan turut berbela sungkawa atas kepergian almarhumah Nabila.” Balas kak rafa. Ya! nama itu, nama yang sejak tadi menghantui kepala ku sejak pagi. Ternyata nama gadis itu bilqist, entah ada hubungan apa kakak dengaan gadis ini sehingga ia mendapat kotak putih yang terikat pita merah itu. Aku cukup penasaran dengan isi kotak itu, tapi apa boleh buat, kotak itu tidak ditujukan kepada ku jadi bukan hak ku untuk melihat sembaarangan isi nya, kecuali ada yang mengizinkan, kecuali ada hak ku di dalam kotak itu, dan kecuali memang salah satu isi dari kotak itu adalah untukku. Tapi mana mungkin, aku saja belum pernah melihat wajahnya almarhumah Nabila ini.
Sejak kejadian itu kak rafa lebih terlihat tertutup, ia jarang keluar kamarnya, sesekali hanya untuk shalat berjamaah dan membaca al-qur’an di ruang ibadah. Selain itu ia lakukan di dalam kamarnya. Ingin sekali aku menegurnya dan masuk ke kamarnya untuk melihat ada apa di dalam sana sehingga ia betah bukan main di kamar. Aku hanya bisa mengamati dari kejauhan sesekali kak rafa keluar untuk mengambil air minum dan pada saat itu pula ku menemukan ia dalam keadaan mata sembab. Ku bertanya dalam hati, apa ia kak rafa sejauh ini hanya menangis di dalam kamarnya? Aku semakin heran dengan keadaan kak rafa. Begitu berarti kah gadis itu, sehingga kepergiannya begitu disesali.
Sudah 3 hari semenjak kepergian Bilqist, selama itu pula kak rafa masih bertahan di dalam kamarnya. Suatu malam sunyi ku lihat jam yang melingkat di tangan ku menunjukkan pukul 9 malam, saat itu pula pintu kamar kak rafa ku dapati sedang terbuka sedikit. Ku hendak menemui kak rafa namun tak ku dapati ia di dalam, yang ku lihat hanya berlembar-lembar surat putih di atas kasur. Kotak itu, ya kotak putih pemberian almarhumah nabila, yang di sampaikan oleh ibunya sendiri. Aku semakin penasaran dengan isi lembaran surat itu. Ku baca satu demi satu dan semuanya bercerita tentang ia dan kak rafa sejak setahun yang lalu…
Kini ku baca lembar kedua, namun yang ku dapati hanya kata yang bertuliskan “Ambil amplop berwarna biru muda yang berada di dasar kotak, dan berikan itu pada adik mu. Syukran rafa, kau telah membantuku menemukan cerita yang pernah ku lupakan itu.” Degg.. jantungku mulai kencang berdetak, nafasku mulai tak terarah, dari mana ia kenal diriku, apa kak rafa yang menceritakan nya pada gadis itu. Bergegas ku mencari amplop biru muda itu, sampai-sampai ku tak mendengar derap langkah yang mendekati kamar ini.
“Kau mencari ini?” kata seseorang dari ujung pintu. Aku kaget bukan main, muka ku memerah, dan aku salah tingkah sehingga ku pergi keluar kamar kak rafa dengan tergesa. Kak rafa menghentikan langkahku dan memberikan amplop biru muda itu pada ku. Jantungku semakin cepat melaju, entah seperti ada aura yang berbeda dari amplop biru muda itu. “itu tidak ada hubungannya dengan ku, aku tak mengenalinya, mengapa malah aku yang mendapat amplop tebal itu. Mungkin ia salah menulis surat, atau… atau…” aku mulai ke habisan kata. “Dafi thariq hanafi! Almarhumah Nabila tak akan ragu ketika ia menulis, untuk siapa tulisannya, dan aku mengenali betul dia. Cepat kau baca isi dari amplop biru muda ini sebelum semuanya jauh kau sesali. Maaf kakak telah melihatnya terlebih dahulu.” Seru kak rafa seraya menjatuhkan amplop itu di depan pintu kamarnya, mungkin itu satu-satunya cara kak rafa agar aku mau memungutnya dan membacanya.
Tepat pukul 11:00 aku kembali ke kasur ku untuk istirahat, aku belum memberanikan diri untuk membaca surat yang tebalnya bukan main itu. Amplop biru itu ku taruh di atas meja samping kasur tidur ku. Tak hentinya ku pandangi sampai-sampai ku terhanyut pada heningnya malam yang membuat mataku mulai layu meredup, menutup satu demi satu.
Adzan shubuh nan merdu membangun kan ku, di ufuk timur sudah terlihat cakrawala pagi dengan embun berjatuhan bagai salju lembut. Ternyata semalam langit telah menumpahkan tangisannya. Ku segera mengambil air wudhu, lalu ku menuju ruang ibadah, kudapati kak rafa sedang menungguku untuk shalat berjamaah, tak lupa juga ummi dengan senyum lembutnya. Setelah selesai kami melaksanakan kewajiban, ummi langsung pergi ke dapur untuk melaksanakan kewajibannya. Hanya tinggal aku dan kak rafa di ruangan ini.
“dafi, kau sudah membaca isi amplop itu?” kak rafa membuka percakapan. “belum kak, semalam aku mengantuk, dan aku tertidur. Aku janji setelah ini akan langsung membacanya” jawab ku agak ragu. “Sebaiknya cepat kau baca, sebelum semuanya terlambat daf.. maksudku sebelum semuanya benar-benar terlambat.” Saran kak rafa dengan langkah kecil menuju kamarnya.
Aku semakin heran dengan surat yang ku pandangi sejak tadi, perasaan ku campur aduk, aku penasaran tapi ku agak ragu. Astaghfirullah, mengapa hati ku tak seperti biasanya. Aku lalu memberanikan diri untuk membuka lembar pertama dan lalu membacanya:
“From Bilqist to dafi”
Assalammu’alaikum daf, mungkin saat kamu membaca surat ini aku telah tiada. Aku hanya ingin mengungkapkan beberapa kejanggalan yang telah aku lakukan dulu saat kita masih satu smp, entah apa perasangkamu saat itu, kini aku ingin meluruuskannya.
Kamu masih mengenaliku kan? Aku yang saat itu menganggapmu sebagai sahabatku, tapi entah apa anggapanmu terhadap ku, walaupun hanya sebutan “teman” namun aku senang.
Kamu masih ingat kan saat di mana aku menjadi anak baru di kelas 7. Hamka, mungkin sekitar 3 tahun yang lalu, aku tak kenal siapa-siapa dan ku temukan sosok teman yang baik menghampiriku tiba-tiba… dan kau tahu, sejak saat itu kehidupan ku mulai menemukan titik terang
“Assalammu’alaikum, nama ku dafi thariq, mengapa kau tidak ke kantin ya ukhti, apa kau belum mengetahui letak kantin?” “Wa’alaikum sallam ya akhi, nama ku aisyah nabila nelwan, aku tak tahu letak kantin nya ya akhi, dan ketika ku ingn bertanya pada teman wanita di sekelilingku, semua pergi dan menghiraukan ku begitu saja.” “Baiklah Nabila, aku akan mengantarkan mu ke kantin, dan kemana pun kau suka di sekolah ini. Aku akan menjadi pemandu wisata mu, eh maksudnya menjadi teman mu” kami pun tertawa bersamaan.
Kau tahu dafi, saat itu aku tak ke kantin karena ku terlalu terlena dengan lantunan al-qur’an yang kau baca kan, aku tak ingin berlarut pergi meninggalkan suara indah itu, terlebih lagi Al-qur’an lah yang kau baca, sangat jelas di telinga dan masih terekam di otakku surat Ar-Rahmaan, ayat: 18. Yang berarti: “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” itu lah Kata terakhir yang ku dengar dari lantunan mu sebelum kau menyapa ku.
Maaf daf, selama aku berteman dengan mu aku lebih terlihat jutek dari sebelumnya, mungkin aku sedikit menjengkelkan bagimu. Terlebih lagi saat kau bertemu dengan sosok Vanessa… aku sangat menyesal akan kejadian itu. Bukan maksud ku ingin menjauh dari mu fi, bukan maksud ku pula ingin memutuskan tali silaturahim yang telah terikat erat. tapi ku hanya ingin menjaga jarak agar Vanessa tidak cemburu pada ku, walaupun ia tahu aku hanya teman dekat mu. Tapi aku tetap memaklumi hubungan kalian…
“Bil, kamu tau gak hari ini aku jadian loh sama vanessa”, “Hahh, kamu serius?” “iya aku serius, dan kini gadis impianku sekarang telah menjadi milikku, bahagianya.” “Daf, kamu yakin dengan keputusan mu itu? Kamu ini terpandang sebagai sosok murid yang memiliki kelebihan lebih, apa kata mereka nanti ketika tau kamu tidak mentaati agama dengan sepenuh hati. Apa kata mereka nanti ketika kamu memiliki ikatan dengan seorang wanita, ikatan yang lebih dari teman bahkan persahabatan. Ikatan yang sebenarnya telah di larang oleh agama.” “Kamu ini kenapa, bil? Aku paham konsekuensinya, aku memang sedikit ragu dengan keputusan ku menjalin hubungan dengan Vanessa. Tapi hati ku berkata lain..” “Aku sudah mencoba mengingatkan mu fi, tapi jika kamu tetap pada keputusan mu.. maaf aku tak bisa, aku tak ingin melihat teman ku tersiram dosa setiap hari di depan mata ku sendiri. Kamu bilang hati mu berkata lain? Itu bukanlah perkataan hati, tapi itu adalah nafsu syeitan. Assalammu’alaikum!”
Maaf ya fi, Nabila belum bisa menjadi teman yang baik buat dafi. tapi apa daya, Nabila tak bisa melihat dafi terus bersama nessa. Maaf ni fi surat nya kepanjangan ya? Sabar ya membacanya, sebentar lagi selesai kok suratnya. Kamu ingat saat kita terakhir ketemu, saat itu langit sedang mencurahkan tangisannya…”
“Bilqist, kamu belum di jemput? Hari semakin sore, kamu aku antar saja ke rumah mu ya, kebetulan jemputan ku sudah datang.” “Tidak usah fi, nanti ngerepotin!” “ohh tentu tidak, Bilqist kan teman ku jadi ada baiknya mengetahui rumah teman masing-maisng, betul kan? Sekalian silaturahmi bil, sudah lama rasanya aku tak bertemu ummi mu.” “kau ini masih sama seperti dulu, suka memaksa tapi masih dalam konteks kebaikan. Aku suka sikap mu yang baik hati dengan siapa pun ini. Baik lah aku ikut bersama mu.”.
Di dalam mobil, “fi bagaimana kabar princess mu itu?” “princess yang mana? Siapa?” “hahaha.. maksud ku si Vanessa..” “ooh, dia Alhamdulillah baik-baik saja. Ini dari tadi ku sms-an sama dia” “Astaghfirullah, jadi sejak dari sekolah.. dafi tahriq hanafi!!, Rasulullah SAW pernah bersabda tentang masalah cinta, mungkin kamu lebih tau tentang isinya.” Tanpa melirikku sedikit pun kau berkata “Entahlah, aku sudah lama tidak membaca sabda rasul. Tapi sepertinya pernah ku dengar.” “Kecintaan kamu terhadap sesuatu, akan membuat mu buta dan tuli (H.R Ahmad)” “Tapi, InsyaAllah aku masih dapat mendengar dan melihat kok” “Bagaimana bisa keadaan sepertimu sekarang dapat dibilang tak buta dan tuli? Wong semenjak kamu dekat dengan Vanessa malah kamu lebih dekat dengannya fi di banding dengan sabda Rasul yang sering kau baca dulu.”
Sembari mematikan handphone, kau yang berada di kursi depan menoleh ke arah ku, tentu aku tak menoleh padamu, aku tetap melihat ke kaca mobil, dan berkata, “Kamu tau fi, sosok pemuda yang aku kagumi itu, sosok yang ku ceritakan kemarin. Kini dia sudah punya kekasih, hari-hari ku mulai sepi deh tanpa sosok baik hati itu. Dan mungkin aku akan pergi dari kehidupannya.. aku akan memandanginya dari kejauhan, dan memastikan agar ia kembali menjadi sosok yang aku kagumi seperti dulu.” “aku penasaran deh, kemarin kan kamu bercerita tanpa memberi tahu namanya. Aku mau tahu dong siapa nama pemuda yang kau kagumi itu, bil?” “iiihh, itu sih rahasia.. kamu gak boleh tau daf… hahaha belum saat nya kamu tahu..” ”iiih teman ku ini ternyata pelit juga ya.. hahaha. Ehh Alhamdulillah sudah nyampe..” “Alhamdulillah, sudah sampai. Syukran katsiran dafi” “ehh tunggu, tapi saat nya itu kapan? Akan ku tunggu saat itu, jangan lupa beritahu aku ya bila. Oiya sebelum tidur jangan lupa shalat dan berwudhu kembali. Semoga mimpi indah.” “ini fi yang aku kagumi dari mu, kamu adalah teman yang baik, selalu mengingatkan ku tentang kebaikan. Dan aku harap kamu akan terus dapat mengingat kan ku terus fi.” “Assalammu’alaikum akhi” “Wa’alaikum sallam ukhti”
Sampai sekarang mungkin kamu tidak tahu siapa sosok yang aku kagumi itu. Maaf sallam yang ku jawab dari mu waktu itu adalah perkataan terakhirku, karena keesokkan nya takdir berkata lain. Aku tiba-tiba sakit bukan main, tapi aku tak pernah mengeluh akan sakit ku ini, karena aku tersadar ternyata sakit itu indah karena ia mengajarkan bagaimana caranya bersyukur merasakan nikmatnya sehat. kamu mungkin tak tahu aku punya penyakit, maaf ku tak pernah memberi tahukan mu. Ya penyakit ini yang membuat ku harus pergi operasi ke singapura. Berbulan-bulan aku di rawat, dan dokter tidak memperkenan kan ku untuk pulang ke indonsia. Setelah lumayan pulih. Lalu ku mengambil keputusan, aku memilih melanjutkan sekolah ku disana.
Aku berniat akan mengambil jalur kelas akselerasi. Sampai pada suatu hari, ketika ku menginjakkan kaki di sekolah baru ku, tak sengaja kejadian itu terulang kembali, kejadian dimana ku bertemu dengan sosok sepertimu di masa smp dulu, Dan ternyata ia adalah kakak mu sendiri rafa, kejadian ini di ulang oleh kakakmu di masa-masa sma ku. Aku baru mengetahuinya sejak menemukan foto mu di selipan buku catatannya. Dan ia menceritakan semuanya kepada ku dengan rinci.
Sampai ajal menjemput ku pun aku tak pernah bertemu mu lagi, aku tau ketika ku menulis surat ini pasti waktu ku tak lama lagi, tapi ku ingin menjawab sesuatu.. sosok yang selama ini aku kagumi itu adalah sahabatku sendiri yaitu kau, dafi…
Oiya ada satu hal lagi yang membuatku bangkit dari penyakitku hanya untuk bernafas beberapa hari. Aku menemukan puisi karangan sosok yang ku kagumi itu di singapura, puisi ini yang memberiku arti makna kehidupan, serangkaian kata yang membuat ku bertahan hingga saat ini. Aku menemukannya di Koran singapura, kau mendapat juara 1 dan mendapat medali emas dalam lomba puisi antar pelajar di singapura, aku telah membuat versi bahasa indonesianya, sebelumnya maaf ya kalau ku punya salah, maaf karena ku sudah pergi mendahuluii mu, maaf saat ku pergi aku tidak pamit dengan mu, maaf juga jika puisi mu seenaknya aku alih bahasakan… Assalammu’alaikum.
“Tersenyumlah saat kau mengingat ku, karena saat itu aku sangat merindukan sosok mu, dan menangislah saat kau merindukan ku, karena saat itu aku tak berada di sampingmu. Tetapi pejamkanlah mata indah mu itu, karena saat itu aku akan terasa ada di dekat mu, Karena aku akan selalu ada di hati mu selamannya. Tak ada yang tersisa lagi untuk ku, selain kenangan-kenangan yang indah bersama mu. Mata indah yang dengannya aku melihat keindahan persahabatan, mata indah yang dulu selalu mengisi hari-hari ku, kini semuanya terasa jauh meninggalkan ku, kehidupan terasa kosong tanpa keindahan mu. Hati, cinta, dan rindu ku adalah milikmu. Kebaikan mu tak akan pernah membebaskan ku, bagaimana mungkin aku terbang mencari orang lain, saat sayap-sayap ku telah patah karena mu sahabat, sahabat kau akan tetap tinggal bersama ku hingga akhir hayat ku, dan setelah kematian menjemput”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar