ADAB BERPAKAIAN, BERTAMU DAN BERHIAS
Tata Krama Berpakaian/ a. Fungsi Pakaian
Ada tiga macam fungsi pakaian,
yakni sebagai penutup aurat, untuk menjaga kesehatan, dan untuk keindahan.
Tuntunan Islam mengandung didikan moral yang tinggi. Dalam masalah aurat, Islam
telah menetapkan bahwa aurat lelaki adalah antara pusar samapi kedua lutut. Sedangkan
bagi perempuan adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.
Mengenai
bentuk atau model pakaian, Islam tidak memberi batasan, karena hal ini
berkaitan dengan budaya setempat. Oleh karena itu, kita diperkenankan memakai
pakaian dengan model apapun, selama pakaian tersebut memenuhi persyaratan
sebagai penutup aurat.
Pakaian merupakan penutup tubuh untuk
memberikan proteksi dari bahaya asusila, memberikan perlindungan dari sengatan
matahari dan terpaan hujan, sebagai identitas seseorang, sebagai harga diri seseorang,
dan sebuah kebutuhan untuk mengungkapkan rasa malu seseorang. Dahulu, pakaian
yang sopan adalah pakaian yang menutup aurat, dan juga longgar sehingga tidak
memberikan gambaran atau relief bentuk tubuh seseorang terutama untuk kaum
wanita. Sekarang orang-orang sudah menyebut pakaian seperti itu sudah dibilang
kuno dan tidak mengikuti mode zaman sekarang atau tidak modis. Timbul pakaian you
can see atau sejenis tanktop, dll. Yang uniknya, semakin sedikit
bahan yang digunakan dan semakin ketat pakaian tersebut maka semakin mahal
pakaian tersebut. Ada seseorang yang berkata sedikit mengena, “Anak jaman
sekarang bajunya kayak baju anak kecil, pantesan saya nyari baju anak rada
susah, berebut ama orang dewasa.” Memang tidak salah dia mengatakan hal seperti
itu, toh, itu memang kenyataan. Padahal jika kita tidak bisa menjaga
aurat kita, kita akan kerepotan. Sangat tidak mungkin kita akan mengumbar aurat
di depan umum, jika hal tersebut dilakukan, maka kita bisa disebut gila. Mau
tidak anda disebut gila?
Anehnya,
sekarang banyak kaum wanita terutama muslimah yang belomba-lomba untuk memakai
pakaian yang katanya modis tersebut. Pakaian tersebut sebenarnya
digunakan oleh para (maaf) PSK dan WTS untuk memikat pelanggan, akan tetapi
seiring perkembangan waktu, fungsi pakaian tersebut sudah berubah untuk memikat
lawan jenis, sehingga semakin terpikat lawan jenis, semakin banyak pula kasus
tindakan asusila yang sering kita baca di media cetak, elektronik, atau mungkin
kita pernah melihat atau mengalaminya sendiri. Pelecehan seksual ada di
mana-mana. Tidakkah para mukminin dan mukminat telah diperintahkan oleh Allah
di dalam kitab nan suci, al-Qur’an, surat Al-A’raf ayat 26: (lihat al-qur’an
onlines di google)
Artinya: Hai, anak Adam! Sesungguhnya Kami telah
menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah
sebagaian dari tanda-tanda Kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.
(QS Al A’raf : 26)
Atau Q.S. Al-Ahzab ayat 59 yang artinya : (lihat
al-qur’an onlines di google)
Artinya: Hai para Nabi! Katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya
mereka mudah dikenali karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al Ahzab : 29)
Tapi
mengapa kaum hanya kaum wanita saja yang dibahas? Ya, karena wanita adalah
manusia yang paling dijaga harga dirinya oleh Allah SWT. Sudah dijaga koq
masih tidak bersyukur?
Coba
pikirkan, sangat sayangnya Allah kepada wanita, Allah Yang Maha Penyayang
sampai-sampai membahas hal-hal sekecil itu. Maka dari itu marilah kita menjaga
harga diri wanita muslimah kita demi tercapainya masa depan yang cerah.
b. Adab Berpakaian
Islam
melarang umatnya berpakaian terlalu tipis atau ketat (sempit sehingga membentuk
tubuhnya yang asli). Kendati pun fungsi utama (sebagai penutup aurat) telah
dipenuhi, namun apabila pakaian tersebut dibuat secara ketat (sempit) maka hal
itu dilarang oleh Islam. Demikian juga halnya pakaian yang terlalu tipis.
Pakaian yang ketat akan menampilkan bentuk tubuh pemakainya, sedangkan pakaian
yang terlalu tipis akan menampakkan warna kulit pemakainya. Kedua cara tersebut
dilarang oleh Islam karena hanya akan menarik perhatian dan menggugah nafsu
syahwat bagi lawan jenisnya. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:
صِنْقَانِ مِنْ اَهْلِ النَّارِ لَمْ اَرَهُمَا قَوْمٌ
سِيَاطٌ كَا الاَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ . وَ نِسَاءٌ كَا سِيَاتٌ عَارِيَاتٌ
مُمِيْلاَتٌ رَؤَوْسَهُنَّ كَأَشْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلاَةِ لاَ
يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَ لاَ يَخِذْ نَ رِيْحَهَا لَيُوْخَذُ مِنْ مَسِيْرَةِ
كَذاً وَ كَذاً (رواه مسلم)
Artinya: “Ada dua golongan dari ahli neraka yang
belum pernah saya lihat keduanya, yaitu 1) kaum yang membawa cambuk seperti
seekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam, 2)
perempuan-perempuan yang berpakaian, tetapi telanjang, yang cenderung kepada
perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka itu tidak bisa masuk
surga dan tidak akan mencium bau surga padahal bau surga itu dapat tercium
sejauh perjalanan demikian dan demikian.” (HR Muslim)
Ada dua maksud yang menjadi kesimpulan pada hadits
ini, yaitu sebagai berikut:
- Maksud kaum yang membawa cambuk seperti seekor sapi ialah perempuan-perempuan yang suka menggunakan rambut sambungan (cemara dalam bahasa jawa), dengan maksud agar rambutnya tampak banyak dan panjang sebagaimana wanita lainnya. Selanjutnya, yang dimaksud rambutnya seperti atau sebesar punuk unta adalah sebutan bagi wanita yang suka menyanggul rambutnya. Kedua macam cara tersebut (memakai cemara dan menyanggul) termasuk perkara yang tecela dalam Islam
- Mereka dikatakan berpakaian karena memang mereka menempelkan pakaian pada tubuhnya, tetapi pakaian tersebut tidak berfungsi sebagai penutup aurat. Oleh karena itu, mereka dikatakan telanjang. Pada zaman modern seperti sekarang ini, amat banyak manusia (perempuan) mengenakan pakaian yang amat tipis sehingga warna kulitnya tampak jelas dari luar. Sementara itu banyak pula perempuan yang memakai pakaian relatif tebal, namun karena sangat ketat sehinga bentuk lekuk tubuhnya terlihat jelas. Kedua cara berpakaian seperti itu (terlampau tipis dan ketat) termasuk perkara yang dilarang dalam Islam.
Ciri-ciri pakaian wanita
Islam di luar rumah ialah:
- Pakaian itu haruslah menutup aurat sebagaimana yang dikehendaki syariat.
- Pakaian itu tidak terlalu tipis sehingga kelihatan bayang-bayang tubuh badan dari luar.
- Pakaian itu tidak ketat atau sempit tapi longgar dan enak dipakai. la haruslah menutup bagian-bagian bentuk badan yang menggiurkan nafsu laki-laki.
- Warna pakaian tsb suram atau gelap seperti hitam, kelabu asap atau perang.
- Pakaian itu tidak sekali-kali dipakai dengan bau-bauan yang harum
- Pakaian itu tdak ‘bertasyabbuh’ (bersamaan atau menyerupai)dengan pakaian laki-laki yaitu tidak meniru-niru atau menyerupai pakaian laki-laki.
- Pakaian itu tidak menyerupai pakaian perempuan-perempuan kafir dan musyrik.
- Pakaian itu bukanlah pakaian untuk bermegah-megah atau untuk menunjuk-nunjuk atau berhias-hias.
Aurat
perempuan yang merdeka (demikian juga khunsa) dalam sholat adalah seluruh badan
kecuali muka dan telapak tangan yang lahir dan batin hingga pergelangan
tangannya. Oleh karena itu jika nampak rambut yang keluar ketika sholat atau
nampak batin telapak kaki ketika rukuk dan sujud, maka batallah sholatnya.
Aurat
perempuan merdeka di luar sholat Di hadapan laki-laki ajnabi atau bukan muhram
Yaitu seluruh badan. Artinya, termasuklah muka,
rambut, kedua telapak tangan (lahir dan batin) dan kedua telapak kaki (lahir
dan batin). Maka wajiblah ditutup atau dilindungi seluruh badan dari pandangan
laki-laki yang ajnabi untuk mengelakkan dari fitnah. Demikian menurut mahzab
Syafei.
Di
hadapan perempuan yang kafir Auratnya adalah seperti aurat bekerja yaitu
seluruh badan kecuali kepala, muka, leher, dua telapak tangan sampai kedua siku
dan kedua telapak kakinya. Demikianlah juga aurat ketika di hadapan perempuan
yang tidak jelas pribadi atau wataknya atau perempuan yang rosak akhlaknya.
Ketika
sendirian, sesama perempuan dan laki-laki yang menjadi muhramnya Auratnya
adalah di antara pusat dan lutut Walau bagaimanapun, untuk menjaga adab dan
untuk memelihara dan berlakunya hal yang tidak diingini, maka perlulah ditutup
lebih dari itu agar tidak menggiurkan nafsu. Ini adalah penting untuk
menghindarkan fitnah.
Salah
satu permasalahan yang kerap kali dialami oleh kebanyakan manusia dalam
kesehariannya adalah melepas dan memakai pakaian baik untuk tujuan pencucian
pakaian, tidur, atau yang selainnya. Sunnah-sunnah yang berkaitan dengan
melepas dan memakai pakaian adalah sebagai berikut : Mengucapkan Bismillah. Hal
itu diucapkan baik ketika melepas maupun memakai pakaian. Imam An-Nawawy
berkata : “Mengucapkan bismillah adalah sangat dianjurkan dalam seluruh
perbuatan”. Memulai Dengan Yang Sebelah Kanan Ketika Akan Memakai Pakaian.
Berdasarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Apabila kalian memakai pakaian
maka mulailah dengan yang sebelah kanan”.
c. Kaum
Lelaki Dilarang Memakai Cincin Emas dan Pakaian Sutra
Dalam hal
ini, cincin emas dan pakaian sutra yang dipakai oleh kaum lelaki, Khalifah Ali
r.a pernah berkata:
نَهَاتِى رَسُوْلُ اللهِ ص م عَنِ التَّخَتُمِ
بِالذَّهَبِ وَ عَنْ لِبَاسِ الْقَسِّى وَ عَنْ لِبَاسِ الْمُعَصْفَرِ (رواه الطبرانى)
Artinya:
“ Rasulullah SAW pernah melarang aku memakai cincin emas dan pakaian sutra
serta pakaian yang dicelup dengan ashfar.” (HR Thabrani)
Yang
dimaksud dengan ashfar ialah semacam wenter berwarna kuning yang kebanyakan
dipakai oleh wanita kafir pada zaman itu. Ibnu umar meriwayatkan sebagai
berikut:
رَأَى رَسُوْلُ اللهِ ص م عَلَيَّ ثَوْبَيْنِ
مُعَصْفَرَيْنِ فَقَالَ : اِنَّ هَذِهِ مِنْ ثِيَابِ الْكُفَّارِ فَلاَ تَلْبَسْهَا
Artinya:
“Rasulullah SAW pernah melihat aku memakai dua pakaian yang dicelup dengn
ashfar maka sabda beliau: Ini adalah pakaian orang-orang kafir, oleh karena itu
janganlah engkau pakai.”
Larangan
bagi laki-laki memakai cincin emas dan pakaian dari sutra adalah suatu didikan
moral yang tinggi. Allah telah menciptakan kaum lelaki yang memiliki naluri
berbeda dengan perempuan, memiliki susunan tubuh yang berbeda dengan tubuh
perempuan. Lelaki memiliki naluri untuk melindungi kaum perempuan yang relatif
lemah kondosi fisiknya. Oleh sebab itu, sangat tidak layak kiranya apabila
lelaki meniru tingkah laku perempuan yang suka berhias dan berpakaian indaah
serta suka dimanja. Dari sisi lain, larangan ini sekaligus sebagai upaya
pencegahan terhadap sikap hidup bermewah-mewahan, sementara masih banyak rakyat
yang hidup dibawah garis kemiskinan.
3. Tata Krama
Berhias
Pada
hakikatnya Islam mencintai keindahan selama keindahan tersebut masih berada
dalam batasan yang wajar dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama.
Beberapa ketentuan agama dalam masalah berhias ini
antara lain sebagai berikut:
- Laki-laki dilarang memakai cincin emas
Sebagaimana larangan yang ditujukan oleh Rasulullah
SAW terhadap Ali r.a
- Jangan bertato dan mengikir gigi
Pada zaman jahiliyah banyak wanita Arab yang menato
sebagian besar tubuhnya, muka dan tangannya dengan warna biru dalam bentuk
ukiran. Pada zaman sekarang ini (khususnya di lingkungan masyrakat kita)
bertato banyak dilakukan oleh kaum lelaki. Dengan bertato ini, mereka merasa
mempunyai kelebihan dari orang lain.
Adapun yang dimaksud dengan mengikir gigi ialah
memendekkan dan merapikan gigi. Mengikir gigi banyak dilakukan oleh kaum
perempuan dengan maksud agar tampak rapi dan cantik. Rasulullah SAW bersabda;
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ ص م اَلْوَاشِمَةَ وَ
الْمُشْتَوْشِمَةَ وَ اْلوَاشِرَةَ وَ اْلمُشْتَوْشِرَةَ (رواه
الطبرانى)
Artinya: “Rasulullah SAW melaknat perempuan yang
menato dan yang minta ditato, yang mengikir gigi dan yang minta dikikir
giginya.” (HR At Thabrani)
- Jangan menyambung rambut
Selain hadits yang tersebut didepan (dalam hal
menyambung rambut) terdapat pula riwayat sebagai berikut:
سَاَلَتْ اِمْرَاَةَ النَّبِيَّ ص م فَقَالَتْ يَا
رَسُوِلُ اللهِ اِنَّ ابْنَتِي اَصَابَتْهَا الْحِصْيَةُ فَاَمْرَقَ شَعْرُهَا
وَاِنِّي زَوَّجْتُهَا اَفَأَصِلُ فِيْهِ؟ فَقَالَ : لَعَنَ اللهِ الْوَاصِلَةَ وَ
الْمُسْتَوْصِلَةَ (زواه البجارى)
Artinya:
“Seorang perempuan bertanya kepada nabi SAW: Ya Rasulullah, sesunguhnya anak
saya tertimpa suatu penyakit sehingga rontok rambutnya, dan saya ingin
menikahkan dia. Apakah boleh saya menyambung rambutnya?. Rasulullah menjawab:
Allah melaknat perempuan yang melaknat perempuan yang melaknat rambutnya.”
(HR Bukhari)
- Jangan berlebih-lebihan dalam berhias
Berlebih lebihan ialah melewati datas yang wajar
dalam menikmati yang halal. Berhias secara berlebih-lebiha cenderung kepada
sombong dan bermegah-megahan yang sangat tercela dalam Islam. Setipa muslim dan
muslimat harus dapat menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat menyebabkan
kesombongan, baik dalam berpakaian maupun dalam berhias bentuk yang lain.
Memoles wajah dengan bahan make-up terlampau banyak serta menggunakan perhiasan
emas pada leher, kedua tangan dan kedua kaki secara mencolok termasuk
berlebih-lebihan. Perbuatan yang demikian itu tidak lain adalah bermaksud untuk
menarik perhatian pihak lain, terutama lawan jenisnya. Apabila yang dimaksudkan
adalah untuk menarik perhatian suaminya maka hal itu baik untuk dilakukan. Akan
tetapi, apabila yang dimaksud itu semua orang (selain suami) maka hal itu
termasuk perbuatan yang dialranga dalam Islam. Selain menjurus kepada sikap
sombong, berlebih-lebihan termasuk perbuatan tabzir, sedangkan tabzir
dilarang oleh Allah SWT. (lihat al-qur’an onlines di google)
Artinya: “26) Dan berikanlah kepada
keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang
dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
27) Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan
syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS Al Isra : 26-27)
Bertatakrama Dalam Bertamu dan Menerima Tamu
4. Tata
Krama Bertamu
Bertamu
adalah salah satu cara untuk menyambung tali persahabatan yang dianjurkan oleh
Islam. Islam memberi kebebasan untuk umatnya dalam bertamu. Tata krama dalam
bertamu harus tetap dijaga agar tujuan bertamu itu dapat tercapai. Apabila tata
krama ini dilanggar maka tujuan bertamu itu justru akan menjadi rusak, yakni
merenggangnya hubungan persaudaran.. Islam telah memberi bimbingan dalam
bertamu, yaitu jangan bertamu pada tiga waktu aurat.
Yang
dimaksud dengan tiga waktu aurat ialah sehabis zuhur, sesudah isya’, dan
sebelum subuh. Allah SWT berfirman: (lihat al-qur’an onlines di google)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang
yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu
hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian
(luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya’. (Itulah) tiga ‘aurat bagi
kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga
waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada
sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS An Nur : 58)
Ketiga
waktu tersebut dikatakan sebagai waktu aurat karena waktu-waktu itu biasanya
digunakan. Lazimnya, orang yang beristirahat hanya mengenakan pakaian yang
sederhana (karena panas misalnya) sehingga sebagian dari auratnya terbuka.
Apabila budak dan anak-anak kecil saja diharuskan meminta izin bila akan masuk
ke kamar ayah dan ibunya, apalagi orang lain yang bertamu. Bertamu pada
waktu-waktu tersebut tidak mustahil justru akan menyusahkan tuan rumah yang
hendak istirahat, karena terpaksa harus berpakaian rapi lagi untuk menerima
kedatangan tamunya.
5. Cara
Bertamu yang Baik
Cara bertamu yang baik menurut Islam antara lain
sebagai berikut:
- Berpakaian yang rapi dan pantas
Bertamu dengan memakai pakaian yang pantas berarti
menghormati tuan rumah dan dirinya sendiri. Tamu yang berpakaian rapi dan pantas
akan lebih dihormati oleh tuan rumah, demikian pula sebaliknya. Allah SWT
berfirman: (lihat al-qur’an onlines di google)
Artinya: “Jika kamu berbua baik (berarti) kamu
berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka (kejahatan)
itu bagi dirimu sendiri….” (QS Al Isra : 7)
- Memberi isyarat dan salam ketika datang
Allah SWT berfirman: (lihat al-qur’an onlines di
google)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan
memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar
kamu (selalu) ingat.” (QS An Nur : 27)
Diriwayatkan bahwa:
اِنَّ رَجُلاً اِسْتَأْذَنَ عَلى النَّبِيِّ ص م وَ هُوَ
فِى بَيْتٍ فَقَالَ : “اَلِجُ” فَقَالَ النَّبِيُّ ص م لِجَادِمِهِ : اُخْرُجْ
اِلَى هَذَا فَعَلِّمْهُ الاِسْتِأْذَانَ فَقَلَ لَهُ : قُلْ “السَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ” فَسَمِعَهُ الرِّجَلْ فَقُلْ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ
اَدْخُلْ” فَاَذِنَ النَّبِيُّ ص م قَدْ دَخَلَ (رواه ابو
داود)
Artinya: “Bahwasanya seorang laki-laki meminta
izin ke rumah Nabi Muhammad SAW sedangkan beliau ada di dalam rumah. Katanya:
Bolehkah aku masuk? Nabi SAW bersabda kepada pembantunya: temuilah orang itu
dan ajarkan kepadanya minta izin dan katakan kepadanya agar ia mengucapkan
“Assalmu alikum, bolehkah aku masuk” lelaki itu mendengar apa yang diajarkan
nabi, lalu ia berkata “Assalmu alikum, bolehkah aku masuk?” nabi SAW memberi
izin kepadanya maka masuklah ia. (HR Abu Daud)
- Jangan mengintip ke dalam rumah
Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Dari
Sahal bin Saad ia berkata: Ada seorang lelaki mengintip dari sebuh lubang pintu
rumah Rasulullah SAW dan pada waktu itu beliau sedang menyisir rambutnya. Maka
Rasulullah SAW bersabda: “Jika aku tahu engkau mengintip, niscaya aku colok
matamu. Sesungguhnya Allah memerintahkanuntuk meminta izin itu adalah karena
untuk menjaga pandangan mata.” (HR Bukhari)
- Minta izin masuk maksimal sebanyak tiga kali
Jika telah tiga namun belum ada jawaban dari tuan
rumah, hendaknya pulang dahulu dan datang pada lain kesempatan.
- Memperkenalkan diri sebelum masuk
Apabila tuan rumah belum tahu/belum kenal,
hendaknya tamu memperkenalkan diri secara jelas, terutama jika bertamu pada
malam hari. Diriwayatkan dalam sebuah hadits yang artinya: “dari Jabir ra Ia
berkata: Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu aku mengetuk pintu rumah
beliau. Nabi SAW bertanya: “Siapakah itu?” Aku menjawab: “Saya” Beliau
bersabda: “Saya, saya…!” seakan-akan beliau marah” (HR Bukhari)
Kata “Saya” belum memberi kejelasan. Oleh sebab
itu, tamu hendaknya menyebutkan nama dirinya secara jelas sehingga tuan rumah
tidak ragu lagi untuk menerima kedatangannya
- Tamu lelaki dilarang masuk kedalam rumah apabila tuan rumah hanya seorang wanita
Dalam hal ini, perempuan yang berada di rumah
sendirian hendaknya juga tidak memberi izin masuk tamunya. Mempersilahkan tamu
lelaki ke dalam rumah sedangkan ia hanya seorang diri sama halnya mengundang
bahay bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu, tamu cukup ditemui diluar saja.
- Masuk dan duduk dengan sopan
Setelah tuan rumah mempersilahkan untuk masuk,
hendajnya tamu masuk dan duduk dengan sopan di tempat duduk yang telah
disediakan. Tamu hendaknya membatasi diri, tidak memandang kemana-mana secara
bebas. Pandangan yang tidak dibatasi (terutama bagi tamu asing) dapat
menimbulkan kecurigaan bagi tuan rumah. Tamu dapat dinilai sebagai orang yang
tidak sopan, bahkan dapat pula dikira sebagai orang jahat yang mencari-cari
kesempatan. Apabila tamu tertarik kepada sesuatu (hiasan dinding misalnya),
lebih ia berterus terang kepada tuan rumah bahwa ia tertarik dan ingin
memperhatikannya.
- Menerima jamuan tuan rumah dengan senang hati
Apabila tuan rumah memberikan jamuan, hendaknya
tamu menerima jamuan tersebut dengan senang hati, tidak menampakkan sikap tidak
senang terhadap jamuan itu. Jika sekiranya tidak suka dengan jamuan tersebut,
sebaiknya berterus terang bahwa dirinya tidak terbiasa menikmati makanan atau
minuman seperti itu. Jika tuan rumah telah mempersilahkan untuk menikmati, tamu
sebaiknya segera menikmatinya, tidak usah menunggu sampai berkali-kali tuan
rumah mempersilahkan dirinya.
- Mulailah makan dengan membaca basmalah dan diakhiri dengan membaca hamdalah
Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang
artinya: “Jika seseorang diantara kamu hendak makan maka sebutlah nama
Allah, jika lupa menyebut nama Allah pada awalnya, hendaklah membaca:
Bismillahi awwaluhu waakhiruhu.” ( HR Abu Daud dan Turmudzi)
- Makanlah dengan tangan kanan, ambilah yang terdekat dan jangan memili
Islam telah memberi tuntunan bahwa makan dan minum
hendaknya dilakukan dengan tangan kanan, tidak sopan dengan tangan kiri
(kecuali tangan kanan berhalangan). Cara seperti ini tidak hanya dilakukan saat
bertamu saja. Mkelainkan dalam berbagai suasana, baik di rumah sendiri maupun
di rumah orang lain
- Bersihkan piring, jangan biarkan sisa makanan berceceran
Sementara ada orang yang merasa malu apabila piring
yang habis digunakan untuk makan tampak bersih, tidak ada makann yang tersisa
padanya. Mereka khawatir dinilai terlalu lahap. Islam memberi tuntunan yang
lebih bagus, tidak sekedar mengikuti perasaan manusia yang terkadang keliru.
Tamu yang menggunakan piring untuk menikmati hidangan tuan rumah, hendaknya
piring tersebut bersih dari sisa makanan. Tidak perlu menyisakan makanan pada
pring yang bekas dipakainya yang terkadang menimbulkan rasa jijik bagi yang
melihatnya.
- Segeralah pulang setelah selesai urusan
Kesempatan bertamu dapat digunakan untuk
membicarakan berbagai permasalahan hidup. Namun demikian, pembicaraan harus
dibatasi tentang permasalahan yang penting saja, sesuai tujuan berkunjung.
Hendaknya dihindari pembicraan yang tidak ada ujung pangkalnya, terlebih
membicarakan orang lain. Tamu yang bijaksana tidak suka memperpanjang waktu
kunjungannya, ia tanggap terhadap sikap tuan rumah. Apabila tuan rumah tekah
memperhatikan jam, hendaknya tamu segera pamit karena mungkin sekali tuan rumah
akan segera pergi atau mengurus masalah lain. Apabila tuan ruamh menghendaki
tamunya untuk tetap tinggal dahulu, hendaknya tamu pandai-pandai membaca
situasi, apakah permintaan itu sungguh-sungguh atau hanya sekadar pemanis
suasana. Apabila permintaan itu sungguh-sungguh maka tiada salah jika tamu
memperpanjang masa kunjungannya sesuai batas kewajaran.
6. Lama
Waktu Bertamu Maksimal Tiga Hari Tiga Malam
Terhadap
tamu yang jauh tempat tinggalnya, Islam memberi kelonggaran bertamu selama tiga
hari tiga malam. Waktu twersebut dikatakan sebagai hak bertamu. Setelah waktu
itu berlalu maka habislah hak untuk bertamu, kecuali jika tuan rumah
menghendakinya. Dengan pembatasan waktu tiga hari tiga malam itu, beban tuan
rumah tidak telampau berat dalam menjamu tamuhnya.
7. Tata
Krama Menerima Tamu
a. Kewajiban
Menerima Tamu
Sebagai
agama yang sempurna, Islam juga memberi tuntunan bagi uamtnya dalam menerima
tamu. Demikian pentingnya masalah ini (menerima tamu) sehingga Rasulullah SAW
menjadikannya sebagai ukuran kesempurnaan iman. Artinya, salah satu tolak ukur
kesempurnaan iman seseorang ialah sikap dalam menerima tamu. Sabda Rasulullah
SAW:
مَنْ كَاَنَ يُؤْمِنُ بِا اللهِ وَالْيَوْمِ الاَخِرِ
فَالْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ (رواه البخارى)
Artinya: “Barang siapa beriman kepada Allah dan
hari akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya.” (HR Bukhari)
b. Cara
Menerima Tamu yang Baik
1) Berpakaian
yang pantas
Sebagaimana orang yang bertamu, tuan rumah
hendaknya mengenakan pakaian yang pantas pula dalam menerima kedatangan
tamunya. Berpakaian pantas dalam menerima kedatangan tamu berarti menghormati
tamu dan dirinya sendiri. Islam menghargai kepada seorang yang berpakaian
rapih, bersih dan sopan. Rasululah SAW bersabda yang artinya: “Makan dan
Minunmlah kamu, bersedekahlah kamu dan berpakaianlah kamu, tetapi tidak dengan
sombong dan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah amat senang melihat bekas
nikmatnya pada hambanya.” (HR Baihaqi)
2) Menerima
tamu dengan sikap yang baik
Tuan rumah hendaknya menerima kedatangan tamu
dengan sikap yang baik, misalnya dengan wajah yang cerah, muka senyum dan
sebagainya. Sekali-kali jangan acuh, apalagi memalingkan muka dan tidak mau
memandangnmya secara wajar. Memalingkan muka atau tidak melihat kepada tamu
berarti suatu sikap sombong yang harus dijauhi sejauh-jauhnya.
3) Menjamu
tamu sesuai kemampuan
Termasuk salah satu cara menghormati tamu ialah
memberi jamuan kepadanya.
4) Tidak
perlu mengada-adakan
Kewajiban menjamu tamu yang ditentukan oleh Islam
hanyalah sebatas kemampuan tuan rumah. Oleh sebab itu, tuan rumah tidak perlu
terlalu repot dalam menjamu tamunya. Bagi tuan rumah yang mampu hendaknya
menyediakan jamuan yang pantas, sedangkan bagi yang kurang mampu henaknya
menyesuaikan kesanggupannya. Jika hanya mampu memberikan air putih maka air
putih itulah yang disuguhkan. Apabila air putih tidak ada, cukuplah menjamu
tamunya dengan senyum dan sikap yang ramah
5) Lama
waktu
Sesuai dengan hak tamu, kewajiban memuliakan tamu
adalah tiga hari, termasuk hari istimewanya. Selebihnya dari waktu itu adalah
sedekah baginya. Sabda Rasulullah SAW:
اَلضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ اَيَّامٍ فَمَا كَانَ وَرَاءَ
ذَالِكَ فَهُوَ صَدَقَةُ عَلَيْهِ (متفق عليه)
6) Antarkan sampai ke pintu halaman jika tamu pulang
Salah satu cara terpuji yang dapat menyenangkan
tamu adalah apabila tuan rumah mengantarkan tamunya sampai ke pintu halaman.
Tamu akan merasa lebih semangat karena merasa dihormati tuan rumah dan
kehadirannya diterima dengan baik.
c. Wanita
yang sendirian di rumah dilarang menerima tamu laki-laki masuk ke dalam
rumahnya tanpa izin suaminya
Larangan
ini bermaksud untuk menjaga fitnah dan bahaya yang mungkin terjadi atas diri
wanita tersebut. Allah berfirman: (lihat al-qur’an onlines di google)
Artinya: ”…Maka wanita yang saleh, ialah yang
taat kepada SAW lagi memelihara diri ketika suaminya tidak
ada, oleh karena SAW telah memelihara (mereka)…” (QS An Nisa : 34
Rasulullah SAW bersabda;
اَلْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا وَ هِيَ
مَسْئُوْلَةٌ عَنْ رَاعِيَتِهَا (رواه احمد و البجارى و مسلم و ابو داود و الترمدى و
ابن عمر)
Artinya: “ Wanita itu adalah (ibarat) pengembala
di rumah suaminya. Dia akan ditanya tentang pengembalaannya (dimintai
pertanggung jawaban).” (HR Ahmad, bukhari, Muslim, Abu Daud, Turmudzi dan
Ibnu Umar)
Oleh
sebab itu, tamu lelaki cukup ditemui diluar rumah saja, atau diminta datang
lagi (jika perlu) saat suaminya telah pulang bekerja. Membiarkan tamu lelaki
masuk ke dalam rumah padahal dia (wanita tersebut) hany seorang diri, sama saja
dengan membuka peluang besar akan timbulnya bahaya bagi diri sendiri. Bahaya yang
dimaksud dapat berupa hilangnya harta dan mungkin sekali akan timbul fitnah
yang mengancam kelestarian rumah tangganya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar