Pertumbuhan jaringan kereta api yang cukup pesat di Jawa
menjadikan jumlah pegawai yang dipekerjakan pun bertambah sehingga
memerlukan kantor baru yang lebih luas. Hal inilah yang mendasari
dibangunnya Het Hoofdkantoor van de Nederlansch Indische Spoorweg
Maatscappij (NIS) atau Kantor Pusat Perusahan Kereta Api Swasta NIS di
ujung Bodjongweg atau yang sekarang dikenal dengan nama Jalan Pemuda.
Bangunan bergaya art deco yang memiliki 2 menara kembar
didepannya ini kemudian jamak disebut dengan nama Lawang Sewu.
Penyebutan Lawang Sewu oleh penduduk lokal bukan tanpa
alasan. Dalam bahasa Jawa, lawang berarti pintu dan sewu
berarti seribu, jadi lawang sewu berarti seribu pintu. Hal ini
bukan berarti bahwa Lawang Sewu memiliki seribu pintu, melainkan untuk
menggambarkan jumlah pintu di Lawang Sewu yang teramat banyak. Meski
sudah berusia satu abad, gedung bergaya indis yang dipadukan dengan
ornamen lokal yang kental ini masih terlihat kuat dan kokoh. Hiasan kaca
patri di jendela semakin menambah kesan mewah dan elegan. Waktu rupanya
tak mampu memudarkan kegagahan dan keanggunan gedung yang menjadi
landmark Kota Semarang ini.
Selain arsitekturnya yang indah, Gedung Lawang Sewu
juga sarat akan nilai sejarah. Pada awal pembangunannya, gedung yang
terletak tepat di depan Jalan Raya Pos Daendels ini digunakan sebagai
kantor pusat NIS dan tempat tinggal pegawai Belanda. Kemudian pernah
digunakan sebagai penjara bawah tanah oleh serdadu Jepang, lokasi
pertempuran 5 hari di Semarang, hingga kantor pemerintahan pasca
Indonesia merdeka. Saat ini pengelolaan Gedung Lawang Sewu berada di
bawah PT KAI.
Memasuki salah satu Gedung Lawang Sewu, YogYES disambut
lorong panjang yang dipenuhi pintu kayu di kanan dan kirinya. Bangunan
yang dulu juga berfungsi sebagai tempat tinggal pegawai NIS ini
dilengkapi dengan ballroom, ruang makan yang luas, gedung serbaguna,
hingga gedung pertunjukan berbentuk bahtera terbalik di lantai atas.
Sayangnya tidak ada lagi perabotan yang tersisa di ruangan tersebut,
yang ada hanyalah ruangan yang kosong dan hampa. Kunjungan ke Lawang
Sewu kemudian dilanjutkan dengan menyusuri ruang bawah tanah.
Menyaksikan ruangan-ruangan sempit, gelap, dan lembab yang pernah
digunakan sebagai penjara berdiri dan penjara jongkok membuat bulu kuduk
YogYES meremang. Aroma kekejaman yang terjadi di masa lalu terasa
dengan jelas. YogYES pun mempercepat langkah meninggalkan ruangan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar