Palembang yang terkenal dengan Sungai Musi-nya memberikan suasana
rekreasi akan wisata airnya. Salah satu wisata di Sungai Musi yang
sangat menarik adalah Pulo Kemaro. Pulau yang terletak di sebelah timur
Kota Palembang sekitar lima kilo meter sebelah hilir Jembatan Ampera,
dengan luas wilayah kurang lebih 24 hektar. Potensi yang dikembangkan di
Pulau Kemaro ini wisata budaya dan wisata keagamaan. Dalam perayaan Cap
Go Me ribuan masyarakat Cina termasuk yang datang dari berbagai kota
bahkan dari luar negeri berkunjung ke pulau Kemaro untuk melakukan
sembahyang atau berziarah. Perayaan ini berlangsung sampai 2-3 hari.
Palembang yang terkenal dengan Sungai Musi-nya memberikan suasana
rekreasi akan wisata airnya. Salah satu wisata di Sungai Musi yang
sangat menarik adalah Pulo Kemaro. Pulau yang terletak di sebelah timur
Kota Palembang sekitar lima kilo meter sebelah hilir Jembatan Ampera,
dengan luas wilayah kurang lebih 24 hektar.
Potensi yang dikembangkan di Pulau Kemaro ini wisata budaya dan wisata keagamaan. Dalam perayaan Cap Go Me ribuan masyarakat Cina termasuk yang datang dari berbagai kota bahkan dari luar negeri berkunjung ke pulau Kemaro untuk melakukan sembahyang atau berziarah. Perayaan ini berlangsung sampai 2-3 hari.
Pulau kemaro dalam bahasa Indonesia berarti kemarau, dinamakan demikian karena pulau ini tidak pernah digenangi air walaupun volume air di sungai Musi sedang meningkat. Sebagaimana yang diceritakan oleh Harun, pemandu wisata di Pulau Kemaro, Pulau Kemaro ini memiliki legenda tentang kisah cinta seorang putri Palembang yaitu Siti Fatimah dengan anak seorang putra raja di Cina bernama Tan Bun Ann. Kisahnya dimulai saat Tan Bun Ann ketika itu melamar Siti Fatimah untuk diperistri. Ayah Siti Fatimah, seorang raja di Sriwijaya, mengajukan syarat kepada Tan Bun Ann untuk menyediakan sembilan guci berisi emas. Keluarga Tan Bun Ann bersedia menerima syarat itu, maka disediakanlah sembilan guci berisi emas.
Karena khawatir akan ancaman perompak, tanpa sepengetahuan Tan Bun Ann, keluarganya menaruh sayur-mayur di atas emas-emas di dalam guci itu. Sesampainya di Sriwijaya, ketika akan menyerahkan kesembilan guci tersebut Tan Bun Ann memeriksa isinya. Betapa terkejut dan marahnya dia ketika melihat isi guci tersebut adalah sayur-mayur. Tanpa memeriksa lebih dahulu, guci- guci tersebut dilemparkan ke sungai Musi. Ketika guci-guci tersebut dilemparkan, ada satu guci yang pecah, sehingga menampakkan kepingan emas yang ada di dalamnya.
Melihat hal itu, Tan Bun Ann menyesali perbuatannya dan menceburkan diri ke Sungai Musi. Siti Fatimah pun lalu ikut menceburkan diri sembari berkata "Bila suatu saat ada tanah yang tumbuh di tepian sungai ini, maka di situlah kuburan saya!". Itulah legenda asal-usul Pulau Kemaro. ”Nah bangunan yang menjadi latar belakang foto di atas, adalah kuil yang menjadi tempat peribadatan warga-warga keturunan Cina, dan di dalamnya ada makam Siti Fatimah, berupa gundukan tanah dan ada dua gundukan tanah yang agak kecil yaitu Panglima dan dayang Siti Fatimah,” tutur Harun.
Bangunan yang dipercayai sebagai makam Siti Fatimah bergabung dalam satu komplek Klenteng Hok Tjing Rio di mana di dalamnya juga terdapat Dewa Bumi (Hok Tek Cin Sin), dewanya umat Budha. Di makam Siti Fatimah, para penziarah juga dapat melihat sejauh mana peruntungan yang di dapat di masa depan. Dengan menggunakan kayu panjang seukuran panjang dua tangan manusia, kayu panjang sebagai media melihat sejauhmana peruntungan yang diinginkannya. Jika dua tangan yang direntangkan lebih panjang dari batas yang ditandai oleh karet gelang pada kayu tersebut dari pengukuran rentang tangan pertama, maka penziarah memiliki peruntungan yang lebih baik di masa depan. Jika tidak sampai batas karet gelang tersebut adalah sebaliknya.
Apakah hal tersebut mutlak adanya, tidak ada seorang pun yang memastikan. Klenteng Hok Tjing Rio dengan luas 3,5 hektar itu juga menjadi salah satu tonggak kehadiran China dalam sejarah perkembangan Palembang. Arsitektur klenteng mencerminkan pula filosofi bangunan khas China, sebagaimana terdapat di berbagai klenteng di daerah lain. Seluruh bangunan berwarna dominan merah dengan tambahan warna kuning keemasan. Bangunan terdiri atas pendopo di tepi Sungai Musi, dua menara tempat pembakaran uang emas, ruang utama, ruang belakang, dan ruang keramat kuburan pasangan Siti Fatimah dan Tan Bun An.
Memasuki Pulau Kemaro memang sarat dengan nuansa mistis. Walau dari legenda Siti Fatimah dan Tan Bun An, Pulau Kemaro sering didengungkan sebagai tempat untuk meminta jodoh. Penjaga Pulau Kemaro, Linda menuturkan secara gaibnya bahwa makam Siti Fatimah didampingi panglima dan dayang, depannya adalah suaminya. Menurutnya masalah jodoh adalah tergantung dari niat manusianya. “Jika kita sudah ada niat, walaupun hanya dipulaunya saja jika dia pulang maka jodoh akan didapatkan,” terang Linda. Linda juga mengisahkan, bahwa di pulau yang sudah ada sejak 400 tahun yang lalu ini pernah ada dua orang tukang becak yang ingin mendapatkan istri. Mereka mendatangi Pulau Kemaro. “Ada yang membawa satu pasang angsa, dan ada yang membawa satu pasang burung. Saat mereka pulang, mereka mendapatkan jodohnya masing-masing, tetapi itulah, masalah jodoh tidak terlepas dari kehendak yang kuasa,” terangnya.
Hal yang ingin ditegaskan Linda adalah, di Pulau Kemaro ini terlihat adanya dua unsur keyakinan yang tetap berjalan berkesinambungan. “Siti Fatimah ini muslim, dan didalamnya ada altar persembahan untuk Dewa Bumi yang diyakini oleh umat Budha. Berdampingannya dua keyakinan dalam satu komplek di Pulau Kemaro ini membuktikan bahwa bersatunya umat Budha dan Islam membawa keselarasan dalam kehidupan, karena keyakinan adalah mutlak hubungannya antara manusia dengan sang pencipta. Akulturasi perlu terus dikenang untuk menanamkan semangat toleransi dan kerja sama bagi generasi baru,” tukasnya. (***)
Potensi yang dikembangkan di Pulau Kemaro ini wisata budaya dan wisata keagamaan. Dalam perayaan Cap Go Me ribuan masyarakat Cina termasuk yang datang dari berbagai kota bahkan dari luar negeri berkunjung ke pulau Kemaro untuk melakukan sembahyang atau berziarah. Perayaan ini berlangsung sampai 2-3 hari.
Pulau kemaro dalam bahasa Indonesia berarti kemarau, dinamakan demikian karena pulau ini tidak pernah digenangi air walaupun volume air di sungai Musi sedang meningkat. Sebagaimana yang diceritakan oleh Harun, pemandu wisata di Pulau Kemaro, Pulau Kemaro ini memiliki legenda tentang kisah cinta seorang putri Palembang yaitu Siti Fatimah dengan anak seorang putra raja di Cina bernama Tan Bun Ann. Kisahnya dimulai saat Tan Bun Ann ketika itu melamar Siti Fatimah untuk diperistri. Ayah Siti Fatimah, seorang raja di Sriwijaya, mengajukan syarat kepada Tan Bun Ann untuk menyediakan sembilan guci berisi emas. Keluarga Tan Bun Ann bersedia menerima syarat itu, maka disediakanlah sembilan guci berisi emas.
Karena khawatir akan ancaman perompak, tanpa sepengetahuan Tan Bun Ann, keluarganya menaruh sayur-mayur di atas emas-emas di dalam guci itu. Sesampainya di Sriwijaya, ketika akan menyerahkan kesembilan guci tersebut Tan Bun Ann memeriksa isinya. Betapa terkejut dan marahnya dia ketika melihat isi guci tersebut adalah sayur-mayur. Tanpa memeriksa lebih dahulu, guci- guci tersebut dilemparkan ke sungai Musi. Ketika guci-guci tersebut dilemparkan, ada satu guci yang pecah, sehingga menampakkan kepingan emas yang ada di dalamnya.
Melihat hal itu, Tan Bun Ann menyesali perbuatannya dan menceburkan diri ke Sungai Musi. Siti Fatimah pun lalu ikut menceburkan diri sembari berkata "Bila suatu saat ada tanah yang tumbuh di tepian sungai ini, maka di situlah kuburan saya!". Itulah legenda asal-usul Pulau Kemaro. ”Nah bangunan yang menjadi latar belakang foto di atas, adalah kuil yang menjadi tempat peribadatan warga-warga keturunan Cina, dan di dalamnya ada makam Siti Fatimah, berupa gundukan tanah dan ada dua gundukan tanah yang agak kecil yaitu Panglima dan dayang Siti Fatimah,” tutur Harun.
Bangunan yang dipercayai sebagai makam Siti Fatimah bergabung dalam satu komplek Klenteng Hok Tjing Rio di mana di dalamnya juga terdapat Dewa Bumi (Hok Tek Cin Sin), dewanya umat Budha. Di makam Siti Fatimah, para penziarah juga dapat melihat sejauh mana peruntungan yang di dapat di masa depan. Dengan menggunakan kayu panjang seukuran panjang dua tangan manusia, kayu panjang sebagai media melihat sejauhmana peruntungan yang diinginkannya. Jika dua tangan yang direntangkan lebih panjang dari batas yang ditandai oleh karet gelang pada kayu tersebut dari pengukuran rentang tangan pertama, maka penziarah memiliki peruntungan yang lebih baik di masa depan. Jika tidak sampai batas karet gelang tersebut adalah sebaliknya.
Apakah hal tersebut mutlak adanya, tidak ada seorang pun yang memastikan. Klenteng Hok Tjing Rio dengan luas 3,5 hektar itu juga menjadi salah satu tonggak kehadiran China dalam sejarah perkembangan Palembang. Arsitektur klenteng mencerminkan pula filosofi bangunan khas China, sebagaimana terdapat di berbagai klenteng di daerah lain. Seluruh bangunan berwarna dominan merah dengan tambahan warna kuning keemasan. Bangunan terdiri atas pendopo di tepi Sungai Musi, dua menara tempat pembakaran uang emas, ruang utama, ruang belakang, dan ruang keramat kuburan pasangan Siti Fatimah dan Tan Bun An.
Memasuki Pulau Kemaro memang sarat dengan nuansa mistis. Walau dari legenda Siti Fatimah dan Tan Bun An, Pulau Kemaro sering didengungkan sebagai tempat untuk meminta jodoh. Penjaga Pulau Kemaro, Linda menuturkan secara gaibnya bahwa makam Siti Fatimah didampingi panglima dan dayang, depannya adalah suaminya. Menurutnya masalah jodoh adalah tergantung dari niat manusianya. “Jika kita sudah ada niat, walaupun hanya dipulaunya saja jika dia pulang maka jodoh akan didapatkan,” terang Linda. Linda juga mengisahkan, bahwa di pulau yang sudah ada sejak 400 tahun yang lalu ini pernah ada dua orang tukang becak yang ingin mendapatkan istri. Mereka mendatangi Pulau Kemaro. “Ada yang membawa satu pasang angsa, dan ada yang membawa satu pasang burung. Saat mereka pulang, mereka mendapatkan jodohnya masing-masing, tetapi itulah, masalah jodoh tidak terlepas dari kehendak yang kuasa,” terangnya.
Hal yang ingin ditegaskan Linda adalah, di Pulau Kemaro ini terlihat adanya dua unsur keyakinan yang tetap berjalan berkesinambungan. “Siti Fatimah ini muslim, dan didalamnya ada altar persembahan untuk Dewa Bumi yang diyakini oleh umat Budha. Berdampingannya dua keyakinan dalam satu komplek di Pulau Kemaro ini membuktikan bahwa bersatunya umat Budha dan Islam membawa keselarasan dalam kehidupan, karena keyakinan adalah mutlak hubungannya antara manusia dengan sang pencipta. Akulturasi perlu terus dikenang untuk menanamkan semangat toleransi dan kerja sama bagi generasi baru,” tukasnya. (***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar