Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya atau TPKS di Kelurahan Karanganyar,
Kecamatan Gandus, ramai pengunjung pada hari libur. Kebanyakan
pengunjung adalah remaja. Mereka asyik bercengkerama di bawah pepohonan.
Situs itu terletak sekitar lima kilometer sebelah barat pusat Kota
Palembang. Situs Karanganyar merupakan bukti keberadaan Kerajaan
Sriwijaya di Palembang yang masih bisa disaksikan. Situs dikelilingi
kanal-kanal. Diduga kanal-kanal tersebut dibuat pada masa Sriwijaya
untuk jalur transportasi, mengatur banjir, atau sebagai benteng.
Di
Kampung Kedukan Bukit, beberapa ratus meter dari Situs Karanganyar,
ditemukan Prasasti Kedukan Bukit. Isinya tentang keberhasilan Dapunta
Hyang, penguasa Sriwijaya, menaklukkan negeri jajahan. Prasasti Kedukan
Bukit berangka tahun 682 Masehi, lebih tua dari prasasti Kota Kapur yang
berangka tahun 686 Masehi.
Namun, ketika Kompas menanyai
beberapa remaja yang berwisata ke Situs Karanganyar, mereka mengaku
tidak tahu tentang sejarah situs tersebut. Di lokasi situs tidak ada
informasi yang memberikan petunjuk tentang Situs Karanganyar.
Beberapa
bangunan yang terdapat di situs tersebut, seperti menara pandang dan
gedung untuk menyimpan benda bersejarah, tampak terbengkalai.
Seorang
pengunjung bernama Nova (17), siswi kelas XI, mengaku tak tahu bahwa
Situs Karanganyar adalah situs bersejarah. Kata Nova, sejarah Sriwijaya
pernah dipelajarinya saat kelas 10, tetapi saat ini dia sudah lupa.
Desi
(17), teman Nova, hanya tahu bahwa situs Karanganyar merupakan bekas
lokasi Kerajaan Sriwijaya. Desi pun belum pernah masuk ke dalam museum
yang ada di kompleks TPKS.
Bukti keberadaan Sriwijaya di
Palembang memang tidak banyak yang bisa disaksikan. Situs Karanganyar
yang hanya berjarak beberapa kilometer dari pusat kota Palembang pun tak
banyak dilirik.
Remaja yang mendatangi Situs Karanganyar
bukannya belajar tentang sejarah Sriwijaya, tetapi justru pacaran atau
malahan kebut-kebutan memakai sepeda motor.
Perlu gebrakan Kepala
Balai Arkeologi Palembang Nurhadi Rangkuti mengungkapkan, permukiman,
istana, dan candi pada masa Sriwijaya tidak meninggalkan jejak karena
rumah yang dibangun adalah rumah panggung dari kayu. Rumah panggung
paling sesuai dengan kondisi alam berupa rawa dan sungai. Adapun tanah
kering digunakan untuk membangun candi dengan bentuk seadanya.
Menurut
Nurhadi, TPKS dirancang sebagai sumber informasi tentang Sriwijaya
sejak tahun 1990-an. Konsep pusat informasi Sriwijaya lebih dulu muncul
daripada Pusat Informasi Majapahit (PIM) yang sedang dibangun di
Mojokerto, Jawa Timur, meskipun sekarang gaung pusat informasi Sriwijaya
meredup.
”Perlu ada tokoh yang mendorong supaya keberadaan TPKS lebih bergaung,” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar