Berita tentang mimpi raja itu sampai di telinga orang yang memberi minum
raja. Pikirannya berguncang ketika mendengar mimpi raja itu. Ia mulai
mengingat-ingat mimpi yang dilihatnya di penjara. Ia mengingat,
bagaimana Yusuf menakwilkan mimpinya. Ia segera menuju ke tempat raja
dan menceritakan kepadanya peristiwa yang dialaminya bersama Yusuf. Ia
berkata kepada raja: "Sesungguhnya hanya Yusuf satu-satunya yang mampu
menafsirkan mimpimu. Sebenarnya ia telah berpesan kepadaku agar aku
menyebut keadaaannya di depanmu tetapi terus terang, aku lupa
menyampaikan pesannya." Kemudian raja mengutus orang itu ke penjara
untuk menemui Yusuf dan bertanya kepadanya perihal mimpinya. Allah SWT
berfirman:
"Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): 'Sesungguhnya
aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan
oleh sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau
dan tujuh bulir lainya yang kering. Hai orang-orang yang termuka,
terangkanlah kepadaku tentang ta'bir mimpiku itu jika kamu dapat
menakwilkan mimpiku. Mereka menjawab: 'Itu adalah mimpi-mimpi yang
kosong dan kami sekali-kali tidak tahu takwil mimpi itu.' Dan berkatalah
orang yang selamat di antara mereka berdua dan teringat (kepada Yusuf)
sesudah beberapa waktu lamanya: 'Aku akan memberitahukan kepadamu
tentang (orang yang pandai) menakwilkan mimpi itu, maka utuslah aku
(kepadanya).' (Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru):
'Yusuf, hat orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang
tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor
sapi yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh)
lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu agar mereka
mengetahuinya.'" (QS. Yusuf: 43-46)
Kamar raja menjadi gelap, sementara itu layar penjara menjadi terang.
Yusuf tampak berada dalam penjaranya. Seorang pemberi minum raja datang
padanya. Raja membutuhkan pendapatnya dan Allah SWT akan memenangkan
urusan-Nya tetapi kebanyakan manusia tidak menyadari. Utusan raja itu
menanyakan tentang tafsir mimpi si raja. Yusuf tidak mensyaratkan
kepadanya bahwa ia harus dikeluarkan dari penjara sebagai imbalan dari
usahanya dalam menafsirkan mimpinya. Yusuf tidak tidak mengatakan
apa-apa selain ia berusaha untuk menafsirkan mimpi raja. Demikianlah
sikap seorang nabi ketika manusia datang padanya untuk meminta
pertolongan meskipun mereka berbuat lalim kepadanya. Yusuf berkata
kepada pemberi minum raja itu:
"Yusuf berkata: 'Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana
biasa;, maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di bulirnya
kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh
tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk
menghadapinya (tahun yang sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum)
yang akan kamu simpan. Kemudian setelah itu akan datang tahun yang
manusia diberi hujan (dengan cukup) dan di masa itu mereka memeras
anggur." (QS. Yusuf: 47-49)
Yusuf menjelaskan kepada utusan raja bahwa negeri Mesir akan mengalami
masa-masa yang subur selama tujuh tahun di mana saat itu tanaman-tanaman
akan tumbuh segar, dan hendaklah orang-orang Mesir tidak melampaui
batas dalam memanfaatkan musim subur ini karena setelah itu akan disusul
dengan tujuh tahun paceklik. Pada musim itu, apa saja yang disimpan
oleh penduduk Mesir akan habis. Oleh karena itu, cara yang terbaik untuk
menyimpan hasil tanaman mereka adalah, hendaklah mereka membiarkannya
di tangkai-tangkainya agar ia tidak rusak atau terkena hama atau dapat
berubah karena cuaca.
Demikian takwil mimpi raja tersebut terkuak. Yusuf justru menambahkan
pembicaraan tentang keadaan suatu tahun yang belum pernah dimimpikan
oleh raja. Yaitu tahun yang penuh dengan kebahagiaan. Tahun di mana
manusia mendapatkan karunia dengan banyaknya tanaman-tanaman yang tumbuh
dan melimpahnya air serta tumbuhnya anggur-anggur yang mereka tanam
sehingga mereka memeras darinya khamer. Juga tumbuh pohon zaitun yang
mereka tanam yang mereka memeras darinya minyak zaitun. Tahun ini tidak
terdapat dalam mimpi raja. Ini adalah ilmu khusus yang diperoleh Nabi
Yusuf. Yusuf menyampaikannya kepada pemberi minum raja itu dan memesan
kepadanya agar bagian ini pun juga dikemukakan kepada raja dan
masyarakat. Akhirnya, pemberi minum itu kembali ke raja dan menceritakan
semua yang didengarnya dari Yusuf. Raja menjadi terheran-heran dengan
apa yang didengarnya. Ia kemudian berkata: "Siapa gerangan orang yang
dipenjara ini. Sungguh luar biasa. Ia menceritakan hal-hal yang akan
terjadi, bahkan lebih dari itu ia memberikan cara-cara untuk mengatasi
persoalan yang akan terjadi itu tanpa meminta upah atau balasan atau
agar ia dibebaskan dari penjara."
Kemudian raja mengeluarkan perintah agar Yusuf dibebaskan dari penjara
dan dihadirkan padanya. Lalu utusan raja pergi ke penjara. Utusan ini
bukan utusan yang pertama, yaitu si pemberi minum raja. Ia adalah
seseorang yang memiliki jabatan penting. Kemungkinan besar ia adalah
salah seorang menteri. Ia pergi untuk menemui Yusuf di penjara. Ia
meminta kepada Yusuf agar keluar dari penjara guna menemui raja. Raja
menginginkan agar ia segera menjumpainya.
Ternyata Yusuf menolak untuk keluar dari penjara kecuali semua tuduhan
yang ditujukan kepadanya dicabut. Tampak bahwa mereka menuduhnya
terlibat dalam kasus pemotongan tangan para wanita. Mungkin mereka
berkata: "Yusuf ingin berbuat aniaya terhadap wanita-wanita itu, lalu
kaum wanita ingin mempertahankan diri mereka dengan cara memotong tangan
mereka dengan pisau." Alhasil, boleh jadi mereka menggunakan berbagai
macam kebohongan yang sulit diterima, tetapi sebagaimana kita ketahui
segala hal sah-sah saja dan boleh saja jika dilakukan oleh orang-orang
yang hidup di istana karena hukum yang dipakai di sana adalah hukum yang
mutlak. Yusuf tidak mau keluar dari penjara itu kecuali bila ditetapkan
bahwa beliau terlepas dari segala tuduhan:
"Raja berkata: 'Bawalah dia kepadaku.' Maka tatkala utusan itu datang
kepada Yusuf, berkalalah Yusuf: 'Kembalilah kepada tuanmu dan
tanyakanlah kepadanya bagaimana halnya wanita-wanita yang telah melukai
tangannya. Sesungguhnya Tuhanku, Maha Mengetahui tipu daya mereka.'"
(QS. Yusuf: 50)
Utusan itu kembali kepada raja. Raja berteriak ketika melihatnya
sendirian: "Di mana Yusuf?" Utusan raja berkata: "Ia masih di penjara."
Raja bangkit dari tempat duduknya lalu berkata: "Bukankah aku
memerintahkanmu untuk menghadirkannya?" Utusan raja berkata: "Ia menolak
untuk keluar dari penjara kecuali semua tuduhan yang dialamatkan
kepadanya dicabut. Paduka yang mulia bertanggung jawab dalam
menyelesaikan kasusnya bersama wanita-wanita di istana yang telah
memotong tangan mereka." Raja berkata: "Kalau begitu, panggilah semua
istri-istri menteri dan hadirkanlah istri al-Aziz. Saya minta semua
hadir."
Raja merasa bahwa Yusuf menghadapi suatu perosalan di mana ia tidak
mengetahui secara pasti titik terangnya. Barangkali raja mendengar
berbagai macam gosip dan desas-desus yang biasa terjadi di kalangan para
menterinya dan kisah yang melibatkan istri ketua menterinya dan Yusuf,
tetapi raja itu tidak begitu peduli dengan apa yang didengarnya. Sebab
cerita-cerita semacam ini sudah menjadi hal yang biasa dan sering
terjadi di dunia istana yang glamor. Akhirnya, istri al-Aziz dan semua
wanita yang pernah dijamunya hadir di depan raja. Raja bertanya:
"Bagaimana cerita Yusuf yang sebenarnya? Apa yang kalian ketahui
tentangnya? Apa benar ia terlibat dalam skandal seks?
Salah seorang perempuan memotong pembicaraan raja dan berkata: "Demi
Allah, kami tidak mengetahui bahwa ia melakukan suatu keburukan." Wanita
yang lain berkata: "Yusuf adalah seorang yang suci bagaikan seorang
malaikat." Kemudian pandangan tertuju kepada istri al-Aziz yang tampak
pucat. Ia menampakkan kerinduan untuk melihat wajah Yusuf. Ia mengaku
bahwa ia telah berbohong dan Yusuf adalah orang-orang yang benar. Ia
benar-benar telah menggoda Yusuf namun Yusuf menolak. Ia menegaskan
bahwa ia benar-benar mengatakan yang sesungguhnya, bukan karena takut
kepada raja dan juga wanita-wanita yang lain. Pikirannya masih berputar
sekitar Yusuf. Akhirnya, Yusuf dibebaskan dari berbagai tuduhan. Allah
SWT menceritakan proses pengadilan ini dan pengusutan ini dalam
firman-Nya:
"Raja berkata: (kepada wanita-wanita itu): 'Bagaimana keadaanmu ketika
kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepada-mu) ? Mereka
berkata: Maha sempurna Allah, kami tiada mengetahui sesuatu heburukan
darinya. Berkata istri al-Aziz: 'Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah
yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku) dan sesungguhnya
dia termasuk orang-orang yang benar.' Yusuf berkata: 'Yang demikian itu
agar dia (al-Aziz) mengetahui bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat
kepadanya di belakangnya, dan bahwasannya Allah tidak meridhai tipu daya
orang-orang yang berkhianat. " (QS. Yusuf: 51-52)
Al-Qur'an al-Karim menceritakan kepada kita proses pengakuan istri
al-Aziz dengan menggunakan lafal-lafal insipiratif yang mengisyaratkan
adanya luapan emosi dan perasaan yang dalam: "Akulah yang menggodanya
untuk menundukkan dirinya (kepadaku) dan sesungguhnya dia termasuk
orang-orang yang benar. " Itu adalah suatu penyaksian yang utuh dari
wanita tersebut tentang dosanya serta kesucian dan kejujuran Yusuf.
Suatu kesaksian yang tidak didorong oleh rasa takut atau rasa khawatir
atau apa pun lainnya.
Konteks Al-Qur'an mengungkapkan faktor yang lebih dalam dari semua ini.
Yaitu keinginan wanita itu agar pria yang telah mencela kesombongan
feminisnya tetap menghormatinya. Ia tidak ingin pria itu terus
merendahkannya sebagai wanita yang salah. Ia ingin meluruskan pikiran
lelaki tentang dirinya. "Yang demikian itu agar dia (al-Aziz) mengetahui
bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya." Aku
tidak seburuk yang dibayangkannya. Barangkali ia mulai menangis ketika
berkata:
"Dan aku tidak membebashan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya
nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi
rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampunan lagi Maha
Penyayang. " (QS. Yusuf: 53)
Melalui perenungan ayat-ayat tersebut, kita dapat mengetahui bahwa istri
al-Aziz mengikuti agama Nabi Yusuf. Ia mengikuti agama tauhid.
Penahanan Yusuf telah membuat perubahan drastis dalam hidupnya. Ia
beriman kepada Tuhannya dan memeluk agama Yusuf. Ia mencintai Yusuf
meskipun beliaujauh dan tidak bertemu dengannya.
"Dan raja berkata: 'Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai
orang yang tepat bagiku.' Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan
dia, dia berkata: 'Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang
yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada sisi kami.' Berkatalah
Yusuf: 'Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku
adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.' Dan demikian
Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa
penuh) pergi menuju kemana saja yang ia kehendaki di bund Mesir itu.
Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa saja yang Kami kehendaki dan
Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. Dan
sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang
beriman dan bertakwa." (QS. Yusuf: 54-57)
Setelah itu, Al-Qur'an al-Karim tidak menyebutkan kisah istri al-Aziz
secara penuh. Al-Qur'an malah berpindah ke kisah yang lain sehingga kita
tidak mengetahui urusannya ketika ia mengakui kejahatannya lalu
dibarengi dengan pernyataan keimanannya terhadap agama Nabi Yusuf.
Berkenaaan dengan wanita itu, terdapat banyak dongeng palsu dan bohong.
Ada yang mengatakan bahwa suaminya mati lalu ia menikah dengan Yusuf.
Kemudian diketahui bahwa ia masih perawan. Ia mengaku bahwa suaminya
adalah seorang tua yang tidak suka mendekati wanita. Ada yang mengatakan
bahwa matanya menjadi buta karena saking seringnya ia menangis
terhadap Yusuf, lalu ia keluar dari istana dan tersesat di jalan-jalan
kota. Ketika Yusuf menjadi pembesar di istana, wanita itu berteriak
dengan penuh kesakitan dan penyesalan sambil berkata: "Maha Suci Allah
yang menjadikan seorang raja budak karena kemaksiatannya dan menjadikan
budak raja karena ketaatannya." Kemudian Yusuf bertanya: "Suara siapa
itu? Dikatakan padanya: "Itu adalah istri al-Aziz yang keadaanya telah
berubah. Sebelumnya ia menjadi mulia dan kini menjadi hina." Kemudian
Yusuf memanggilnya dan bertanya kepadanya: "Apakah masih tersisa dalam
dirimu rasa cinta pada diriku?" Wanita itu menjawab: "Sungguh, memandang
wajahmu lebih aku cintai daripada dunia. Hai Yusuf, berikanlah padaku
ujung cemetimu." Lalu Yusuf memberikan kepadanya. Ia meletakkan di
dadanya. Yusuf melihat cemeti itu bergetar di tangannya dengan guncangan
yang sangat keras karena detak jantungnya yang kuat. Masih banyak
kebohongan-kebohongan lain dan dongeng-dongeng lain yang berkenaan
dengannya. Kisah-kisah yang disampaikan itu semua laksana drama romantis
yang berakhir pada kehancuran cinta.
Al-Qur'an al-Karim tidak menyebutkan akhir dari kehidupan wanita itu.
Al-Qur'an sengaja menutup kisahnya setelah ia bersaksi dan beriman
kepada Nabi Yusuf. Tentu di balik semua ini terdapat tujuan agamis. Pada
dasarnya, kisah itu adalah kisah Yusuf, bukan kisah wanita itu. Jadi,
yang ditonjolkan oleh Al-Qur'an adalah kisah Yusuf, bukan kisah istri
al-Aziz. Di balik semua ini juga terdapat tujuan seni yang tinggi.
Wanita itu muncul dalam kisah itu dan ia bersembunyi atau menghilang di
saat yang tepat. Ia bersembunyi ketika berada di puncak penderitaannya.
Raja berkata: "Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai
orang yang tepat bagiku." Yusuf masuk menemui raja. Raja berbicara
dengannya dengan bahasanya dan Yusuf pun mampu menjawabnya. Raja
berbicara dengan bahasa kedua dan Yusuf pun menjawabnya dengan bahasa
Arab. Raja bertanya: "Bahasa apa ini?" Ini adalah bahasa Ismail, paman
ayahku, kata Yusuf. Kemudian Yusuf berbicara dengan raja dengan bahasa
Ibrani. Raja bertanya: "Bahasa apa ini?" Yusuf berkata: "Ini adalah
bahasa orang tuaku, Ibrahim, Ishak dan Yakub." Raja itu memang mampu
berbicara dengan lebih dari satu bahasa namun ia mendapati Yusuf justru
memiliki kemampuan berbahasa lebih tinggi darinya.
Raja kagum dengan wawasan luas yang dimiliki Nabi Yusuf dan kedalaman
ilmunya yang mengesankan. Kemudian pembicaraan menjalar pada masalah
mimpi. Yusuf menasihati raja agar memulai rencana yang tepat untuk
mengumpulkan makanan dan menyimpannya dalam rangka menghadapi
tahun-tahun penceklik. Yusuf memberikan pengertian kepada raja bahwa
kelaparan akan melanda Mesir dan kota-kota di sekitarnya. Oleh karena
itu, negeri Mesir harus siap-siap untuk menghadapi suasana yang sangat
sulit itu, demikian juga negeri-negeri di sekitarnya. Dari sini kita
memahami bahwa negeri Mesir memiliki kedudukan penting dalam percaturan
sejarah kuno. Raja bertanya tentang pelaksanaan rencana. Salah satu yang
dikatakannya sebagaimana disebutkan dalam tafsir al-Qurtubi:
"Seandainya penduduk Mesir dapat melaksanakan apa-apa yang berkenaan
dengan masalah ini. Tetapi sulit ditemukan di antara mereka orang-orang
yang jujur."
Raja mengisyaratkan pada kelompok yang berkuasa dan kelompok-kelompok
lain di sekitarnya bahwa untuk mendapat kejujuran pada kelompok yang
bergaya hidup mewah tersebut merupakan hal yang sangat sulit. Setelah
pengakuan raja kepada Yusuf tentang hakikat ini, Yusuf berkata: "Kalau
begitu, jadikanlah aku sebagai pengawas atas kekayaan bumi. Aku adalah
seorang pengawas yang sangat teliti dan berpengetahuan." Tentu dalam
pernyataan tersebut, Yusuf tidak menginginkan keuntungan pribadi.
Sebaliknya, Yusuf memikul amanat untuk memberikan makan bagi masyarakat
yang lapar selama tujuh tahun. Yaitu, masyarakat yang seandainya mereka
lapar, maka penguasanya dapat mempermainkan mereka. Dalam masalah ini,
sebenarnya terdapat pengorbanan Nabi Yusuf.
Konteks Al-Qur'an tidak menetapkan bahwa raja setuju. Seakan-akan
Al-Qur'an al-Karim mengatakan bahwa permintaan tersebut mengandung
persetujuan sebagai bentuk penambahan penghormatan kepada Yusuf dan
menunjukkan kedudukannya di sisi raja. Jadi, jawaban raja atas
permintaan Yusuf tidak disebutkan. Akhirnya, kita memahami bahwa Yusuf
kemudian berada di tempat yang diusulkannya. Demikianlah Allah SWT
memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir. Ia menjadi orang yang
bertanggung jawab terhadap pengelolaan kekayaan Mesir dan
perekonomiannya. Beliau menjadi ketua para menteri besar. Barangkali
sesuai dengan tradisi saat itu, beliau mendapat dua tugas sekaligus:
tugas sebagai kepala pemerintahan dan kepala urusan logistik.
Konteks Al-Qur'an tidak memberitahukan kepada kita tindakan-tindakan
Nabi Yusuf di Mesir. Kita hanya mengetahui bahwa beliau adalah seorang
yang bijaksana dan sangat mengerti berbagai persoalan. Kita mengetahui
bahwa beliau adalah seorang yang terpercaya dan jujur. Oleh karena itu,
selama Nabi Yusuf duduk di kursi pemerintahan, maka perekonomian Mesir
tidak perlu dikhawatirkan. Kemudian roda zaman berputar. Tahun-tahun
kejayaan dan kesenangan berlalu dengan cepat, dan datanglah tahun-tahun
kelaparan. Di sini konteks Al-Qur'an tidak menyebutkan keadaan raja dan
para menteri. Seakan-akan masalah hanya terfokus pada Yusuf.
Al-Qur'an tidak menyebutkan kepada kita bahwa kelaparan telah dimulai.
Ia tidak menggambarkan kepada kita proses permulaan musim kelaparan itu.
Kitab suci itu justru membentangkan suatu peristiwa yang dialami
saudara-saudara Yusuf di mana mereka datang dari Palestina untuk membeli
makanan di Mesir. Yaitu makanan yang saat itu dibagi dengan sistem yang
menyerupai sistem distribusi. Penggunaan sistem tersebut menunjukkan
bahwa mereka berada dalam puncak peradabannya. Yusuf ingin membandingkan
antara kebutuhan orang-orang yang memerlukan dan persediaan makanan
yang akan digunakan di masa yang lama. Oleh karena itu, tidak setiap
orang yang memiliki daya beli tinggi berkesempatan membeli barang-barang
yang ingin disimpannya sehingga orang-orang yang lain akan mati
kelaparan. Ada yang mengatakan bahwa beliau memberi pada setiap
orang—pada satu masa—seberat muatan onta. Sementara itu, saudara-saudara
Yusuf datang dari gurun. Mereka datang guna membeli makanan dari Mesir.
Dalam peribahasa Mesir dikatakan: "Seandainya Mesir kenyang dan dunia
lapar, maka Mesir akan mengenyangkannya tetapi kalau Mesir lapar, maka
dunia tidak akan mengenyangkannya."
Kini saudara-saudara Yusuf yang telah menceburkannya ke dalam sumur
telah datang. Anak-anak Nabi Yakub datang dan berbaris dalam rombongan
orang-orang yang membutuhkan. Yusuf duduk di atas singgsana Mesir
sebagai seorang penguasa yang memerintah dan melarang. Yusuf bergegas
untuk menjamin kelangsungan kehidupan manusia. Beliau dikelilingi oleh
para menterinya, orang-orang penting, dan para tentara. Nabi Yusuf
segera mengenali saudara-saudaranya, sedangkan mereka tidak
mengenalinya. Mereka telah terpisahkan cukup lama dengan Yusuf di mana
keadaaan sangat menyusahkan mereka sehingga mereka datang dari Palestina
untuk mencari makan di Mesir.
Terjadilah dialog antara Yusuf dan saudara-saudaranya tanpa mereka
mengetahui identitas Yusuf. Saudara-saudara Yusuf itu berjumlah sepuluh
orang, namun mereka membawa sebelas unta. Yusuf bertanya kepada
mereka—melalui—salah seorang penerjemah—agar beliau tidak berbicara
dengan mereka dengan bahasa mereka, yaitu bahasa Ibrani: "Undang-undang
kita memutuskan untuk memberikan makanan pada setiap orang sesuai dengan
kemampuan unta mengangkut makanan itu. Berapa jumlah kalian?" Mereka
menjawab: "Sebelas orang." Yusuf berkata kepada salah seorang
penerjemah: "Katakan kepada mereka, bahasa kalian berbeda dengan bahasa
kami dan pakaian kalian pun berbeda dengan pakaian kami. Barangkali
kalian adalah mata-mata." Mereka menjawab: "Demi Allah, kami bukan
mata-mata tetapi kami adalah keturunan dari seorang ayah yang baik."
Yusuf bertanya: "Kalian mengatakan bahwa jumlah kalian sebelas padahal,
kalian berjumlah sepuluh."
Mereka menjawab: "Sebenarnya kami adalah dua belas saudara, seorang
saudara kami meninggal di daratan dan kami mempunyai saudara yang lain
yang sangat dicintai oleh orang tua kami dan ia tidak mampu untuk
bersabar ketika berpisah dengannya. Oleh karena itu, kami datang dengan
membawa untanya sebagai ganti darinya." Yusuf berkata: "Bagaimana aku
bisa memastikan kejujuran kalian?" Mereka menjawab: "Pilihlah sesuatu
yang engkau dapat menjadi tenang dengannya." Yusuf berkata:
"Undang-undang kami menentapkan untuk tidak memberikan makanan kepada
seseorang yang tidak ada. Karena itu, datangkanlah saudara kalian agar
aku dapat memberinya makanan. Tidakkah kalian mengetahui bahwa aku
menegakkan timbangan dengan jujur?"
Demikianlah dialog terus berlangsung antara saudara-saudara Yusuf dan
Yusuf. Yusuf memberitahukan kepada mereka bahwa kali ini mereka
mendapatkan pengecualian (keringanan) dan keistimewaan. Tetapi, jika
pada masa yang akan datang mereka datang tanpa membawa saudara mereka,
maka Yusuf tidak akan memberikan makanan kepada mereka. Mereka berkata
padanya, bahwa kami akan berusaha memuaskan ayah kami atau meyakinkan
ayah kami untuk meninggalkan saudara kami itu bersama kami. Berkenaan
dengan peristiwa tersebut, Allah SWT berfirman:
"Dan saudara-saudara Yusuf datang (ke Mesir) lalu mereka masuk ke
(tempatnya). Maka Yusuf mengenal mereka, sedang mereka tidak kenal
(lagi) kepadanya. Dan tatkala Yusuf menyiapkan untuk mereka bahan
makanannya, ia berkata: 'Bawalah kepadaku saudaramu yang seayah dengan
kamu (Bunyamin), tidakkah kamu melihat bahwa aku menyempurnakan sukatan
dan aku adalah sebaik-baik penerima tamu. Jika kamu tidak membawanya
kepadaku, maka kamu tidak akan mendapatkan sukatan lagi dariku dan
jangan kamu mendekatiku.' Mereka berkata: 'Kami akan membujuk ayahnya
untuk membawanya (ke mari) dan sesungguhnya kami benar-benar akan
melaksanakannya.' Mereka berkata kepada bujangan-bujangannya:
'Masukkanlah barang-barang (penukar kepunyaan-kepunyaan mereka) ke
dalam karung-karung mereka, supaya mereka mengetahuinya apabila mereka
telah kembali kepada keluarganya, mudah-mudahan mereka kembali lagi.'"
(QS. Yusuf: 58-62)
Kemudian berpindahlah peristiwa di Mesir ke peristiwa yang terjadi di
Kan'an. Saudara-saudara Yusuf kembali pulang dan meneui ayah mereka.
Sebelum mereka menurunkan muatan yang dibawa oleh unta, mereka masuk
menemui ayah mereka: "Sungguh kami tidak mendapatkan sukatan gandum. Ini
terjadi karena engkau melindungi dan mempertahankan anakmu." Mereka
mengatakan: "Kami tidak akan memberikan makanan bagi orang tak hadir.
Mengapa engkau tidak merasa aman ketika kami membawanya? Biarkanlah ia
pergi bersama kami dan sesungguhnya kami akan menjaganya." Jelas sekali
bahwa dialog tersebut bertujuan untuk memojokkan si ayah dan membebankan
tanggung jawab kepadanya dalam hal ketidakmampuan mereka memperoleh
makanan. Namun, si ayah menjawab dengan menggunakan sopan santun para
nabi. Ia berkata bahwa ia tidak merasa aman terhadap mereka atas anaknya
yang kecil sebagaimana kekhawatirannya terhadap Yusuf sebelumnya, dan
ia tidak peduli atau tidak begitu yakin dengan ucapan mereka: "Sungguh
kami sebaik-baik penjaga. Karena, Allah SWT-lah sebaik-baik penjaga dan
Maha Pengasih di antara yang mengasihi."
Anak-anak itu membuka wadah-wadah yang mereka bawa untuk mengeluarkan
biji-bijian makanan yang ada di dalamnya. Tiba-tiba mereka mendapatkan
barang-barang mereka telah dikembalikan bersama makanan. Pengembalian
harga menunjukkan ketidakinginan untuk menjual atau itu semacam
peringatan, dan barangkali itu merupakan hal yang mengganggu mereka agar
mereka kembali membenarkan harga pada kali yang kedua. Melihat
kenyataan tersebut, anak-anak itu segera menuju ke ayah mereka sambil
mengatakan: "Wahai ayah kami, kami tidak berbuat aniaya dan kami tidak
berbohong kepadamu. Sungguh harga yang telah kami beli dikembalikan
kepada kami. Ini berarti bahwa mereka tidak akan menjual kepada kami
kecuali jika saudara kami pergi bersama kami."
Demikianlah dialog antara mereka dan ayah mereka terus berlanjut. Mereka
memberikan pengertian kepada ayahnya bahwa kecintaannya kepada seorang
anaknya dan hubungan dekat dengannya justru mengorbankan kepentingan
mereka dan menjatuhkan perekonomian mereka. Mereka ingin untuk menambah
perbekalan mereka dan mereka berjanji akan menjaga saudara mereka dengan
penjagaan yang sangat hebat. Dialog tersebut berakhir dengan
persetujuan si ayah terhadap keinginan mereka dengan syarat, bahwa
mereka berjanji untuk membawa pulang anaknya kecuali jika mereka
dikepung oleh musuh dan mereka tidak mampu menyelamatkannya. Si ayah
menasihati mereka untuk tidak masuk—karena mereka berjumlah sebelas
orang—dari satu pintu dari pintu-pintu Mesir sehingga tak seorang pun
yang menaruh kecurigaan. Barangkali si ayah mengkhawatirkan terjadinya
pencurian atau kedengkian, namun konteks ayat tersebut tidak
menceritakan kepada kita apa yang dikhawatirkan oleh si ayah. Akhirnya,
Nabi Yakub bertawakal kepada Allah SWT dan menyerahkan urusan anaknya
pada mereka. Berkaitan dengan hal tersebut, Allah SWT berfirman:
"Maka tatkala mereka telah kembali kepada ayah mereka (Yakub), mereka
berkata: 'Wahai ayah kami, kami tidak akan mendapat sukatan (gandum)
lagi, (jika tidak membawa saudara kami), sebab itu biarkanlah saudara
kami pergi bersama-sama kami supaya kami mendapat sukatan, dan
sesungguhnya kami benar-benar akan menjaganya.' Berkatalah Yakub:
'Bagaimana aku akan mempercayakannya (Bunyamin) kepadamu, kecuali
seperti aku telah mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepada kamu dahulu?.'
Maka Allah adalah sebaik-baik penjaga dan Dia adalah Maha Penyayang di
antara para penyayang.' Tatkala mereka membuka barang-barangnya, mereka
menemukan kembali barang-barang (penukaran) mereka, dikembalikan kepada
mereka. Mereka berkata: Wahai ayah kami apa lagi yang kita inginkan. Ini
barang-barang kita dikembalihan kepada kita, dan kami akan dapat
memberi makan keluarga kami, dan kami akan dapat memelihara saudara
kami, dan kami akan mendapat tambahan sukatan (gandum) seberat beban
seekor unta. Itu adalah sukatan yang mudah (bagi raja Mesir). Yakub
berkata: 'Aku sekali-kali tidak akan melepaskannya (pergi) bersama-sama
kamu, sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allah,
bahwa kamu pasti akan akan membawanya kembali kepadaku, kecuali jika
kamu dikepung musuh.' Tatkala mereka memberikan janji mereka, maka Yakub
berkata: 'Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan (ini).' Dan
Yakub berkata: 'Hai anak-anakku, janganlah kamu (bersama-sama) masuk
dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang
berlain-lain; namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang
sedikit pun dari (takdir) Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah
hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakal dan hendaklah kepada-Nya saja
orang-orang yang bertawakal berserah diri.' Dan tatkala mereka masuk
menurut yang diperintahhan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan
itu) tiadalah melepaskan mereka sedikit pun dari takdir Allah, akan
tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Yakub yang telah
ditetapkannya. Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami
telah mengajarkan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan manusia tiada
mengetahui." (QS. Yusuf: 63-68)
Kali ini saudara-saudara Yusuf yang sebelas orang itu kembali lagi:
"Dan tatkala mereka masuk he (tempat) Yusuf membawa saudaranya
(Bunyamin) ke tempatnya, Yusuf berkata: 'Sesungguhnya aku (ini) adalah
saudaramu, maka janganlah kamu berduka cita terhadap apa yang telah
mereka kerjakan.'" (QS. Yusuf: 69)
Konteks Al-Qur'an mengarah ke keadaaan Yusuf di mana beliau melindungi
saudaranya dan menunjukkan padanya rahasia kekerabatannya. Tentu hal ini
tidak terjadi saat saudara-saudara Yusuf masuk menemuinya karena jika
demikian niscaya mereka akan mengetahui hubungan kekerabatan Yusuf. Hal
ini terjadi dalam ketersembunyian sehingga saudara-saudaranya tidak
mengetahui. Tapi konteks ayat tersebut yang sangat mengagumkan, sengaja
berpindah pada keadaan pertama yang dialami Yusuf di mana beliau tampak
khawatir saat mereka masuk menemuinya dan saat beliau melihat
saudaranya. Demikianlah, Al-Qur'an menjadikannya sebagai tugas pertama
karena ia merupakan sesuatu yang pertama kali terlintas dalam hati
Yusuf. Ini termasuk ungkapan yang dalam yang terdapat pada Kitab yang
agung ini. Ayat tersebut juga tidak menyinggung masa perjamuan dan apa
yang terjadi saat itu antara Yusuf dan saudara-saudaranya. Ia justru
mengungkapkan peristiwa saat mereka meninggalkan tempat itu. Yusuf
merencanakan sesuatu terhadap saudara-saudaranya. Yusuf ingin agar
saudaranya yang kecil tetap bersamanya. Yusuf mengetahui bahwa usahanya
untuk menahan saudaranya akan menimbulkan kesedihan buat ayahnya, dan
barangkali kesedihan-kesedihan baru akan menumpuki kesedihan-kesedihan
si ayah. Mungkin saja peristiwa ini akan mengingatkannya tentang
hilangnya Yusuf.
Yusuf mengetahui semua itu. Beliau memandangi saudaranya. Dan tidak ada
alasan kuat untuk menahannya. Karena itu, mengapa ia harus menahan
saudaranya dengan cara demikian? Al-Qur'an menyinggung rahasia tersebut,
yaitu bahwa Yusuf bergerak di bawah bimbingan wahyu Ilahi. Allah SWT
menginginkan agar Yakub menerima ujian dan menjalani puncak dari
penderitaan, sehingga ketika beliau mampu melalui berbagai penderitaan
dan bersabar atasnya, maka Allah SWT akan mengembalikan padanya kedua
putranya, dan akan mengembalikan juga matanya yang buta.
Rencana Yusuf sudah matang. Yusuf memerintahkan para pengawalnya untuk
meletakkan gelas raja yang terbuat dari emas di tempat penyimpanan yang
dibawa saudaranya secara rahasia. Gelas itu digunakan sebagai alat untuk
menimbang gandum di mana gelas tersebut tentu sangat mahal karena ia
terbuat dari emas murni. Akhirnya, gelas tersebut disembunyikan dalam
barang bawaan saudaranya. Saudara-saudara Yusuf bersiap-siap untuk pergi
dan bersama mereka saudara mereka yang kecil. Kemudian pintu kota pun
ditutup dan tiba-tiba berteriaklah seseorang: "Hai kafilah, kalian
adalah pencuri."
Teriakan tentara tersebut menghentikan langkah semua kafilah. Kini,
mereka semua menjadi tertuduh. Orang-orang berdatangan dan bersama
mereka saudara-saudara Yusuf. "Barang apa yang hilang dari kamu?" tanya
saudara-saudara Yusuf. Para tentara itu menjawab: "Kami kehilangan gelas
milik raja yang terbuat dari emas. Barangsiapa yang mampu
mendatangkannya dan menemukannya, makakami akan memberikan balasan. Kami
akan memberikannya makanan yang dimuat oleh unta."
Saudara-saudara bukanlah orang-orang yang mencuri. Para petugas keamanan
Yusuf berkata (sebelumnya mereka telah mendapatkan pengarahan dari
Yusuf): "Hukuman apa yang kalian inginkan bagi seorang pencuri?"
Saudara-saudara Yusuf berkata: "Dalam peraturan kami, bahwa orang yang
mencuri akan menjadi budak bagi orang yang kehilangan barangnya."
Petugas keamanan itu berkata: "Kami akan menerapkan peraturan kalian.
Kami tidak menggunakan undang-undang Mesir yang menegaskan untuk
memenjarakan orang yang mencuri." Tawaran ini tentu sebagai tipu daya
dan rencana jitu dari Allah SWT di mana Yusuf diberi ilham untuk
membicarakan hal itu pada petugas keamanannya. Seandainya kalau bukan
karena rencana Ilahi ini, niscaya Yusuf tidak akan dapat mengambil
saudaranya. Agama raja atau peraturannya tidak memutuskan untuk
menjadikan budak orang yang mencuri.
Salah seorang kepala keamanan berkata: "Mulailah kalian memeriksa."
Yusuf memperhatikan semua ini dari singgasananya. Ia telah menyerahkan
perintahnya kepada petugas keamanan untuk pertama-tama memeriksa
saudara-saudaranya dan hendaklah mereka tidak mengeluarkan gelas raja
kecuali pada pemeriksaaan yang terakhir. Kemudian selesailah pemeriksaan
saudara yang pertama, saudara yang kedua sampai saudara yang kesepuluh.
Dan mereka tidak menemukan barang yang dimaksud. Saudara-saudara Yusuf
merasa aman bahwa mereka terlepas dari tuduhan mencuri. Mereka mulai
menarik nafas lega dan mereka berkata bahwa semua di antara kami telah
diperiksa kecuali saudara kami yang kecil. Yusuf berkata—kali ini beliau
turut campur—: "Ia tidak perlu diperiksa." Tampaknya ia bukan seorang
pencuri.
Saudara-saudara Yusuf berkata: "Kami tidak akan meninggalkan tempat ini
kecuali setelah barang bawaannya diperiksa. Ini harus dilakukan agar
hati kami menjadi tenang begitu juga hati kalian. Sungguh kami adalah
anak-anak dari seorang tua yang baik dan kami bukanlah pencuri."
Akhirnya, petugas keamanan pun memeriksa barang bawaan saudaranya, dan
tiba-tiba mereka mengeluarkan gelas raja dari dalamnya. Dan sesuai
peraturan yang ditetapkan oleh mereka, saudara Yusuf menjadi budak
baginya. Saudara-saudara Yusuf yang merasa tenang dan selamat dari
tuduhan, kini mereka mulai mencela saudara kandung Yusuf. Mereka
berkata: "Jika ia mencuri, maka saudaranya yang dulu pun juga mencuri."
Yusuf mendengarkan tuduhan mereka padanya dan beliau menampakkan
kesedihan yang dalam. Yusuf menyembunyikan kesedihannya dalam dirinya
dan tidak menampakkan perasaannya.
Yusuf berkata dalam dirinya: "Sesungguhnya sifat-sifat kalian lebih
buruk, dan Allah SWT mengetahui apa yang kalian nyatakan itu." Beliau
ingin mengatakan: "Dengan tuduhan ini, kalian justru menambah keburukan
kalian di sisi Allah SWT daripada si tertuduh karena kalian menuduh
seseorang yang sebenarnya terlepas dari tuduhan dan Allah SWT mengetahui
hakikat yang kalian katakan." Kemudian terjadilah keheningan setelah
komentar saudara-saudara yang terakhir. Kemudian hilanglah perasaan
selamat dan mereka mulai mengingat Yakub. Bukankah mereka telah menjalin
suatu perjanjian besar dengannya agar mereka tidak berlaku aniaya
terhadap anaknya? Mereka mulai merengek-rengek dan mencoba mendapat
belas kasih dari Yusuf: "Wahai seorang yang mulia, wahai raja, sungguh
ia mempunyai ayah yang sudah tua, maka ambilah salah seorang dari kami
sebagai gantinya. Sungguh kami melihatmu sebagai seorang yang baik."
Yusuf berkata dengan penuh ketenangan: "Bagaimana kalian ingin agar kami
melepaskan seseorang yang kami temukan gelas raja di tempatnya, lalu
kalian meminta seseorang yang lain sebagai gantinya? Ini adalah tindakan
yang lalim dan kami tidak akan berbuat lalim." Saudara-saudara Yusuf
berusaha untuk terus meminta belas kasihnya tetapi petugas keamanan dan
para tentara meyakinkan mereka bahwa pemimpin Mesir, Yusuf yang jujur,
telah berbicara dan mengeluarkan perintah. Karena itu, hendaklah mereka
pergi dan meninggalkan saudara mereka sebagai budak di sisinya.
Kemudian saudara-saudara Yusuf mulai bergerak. Mereka tidak mengetahui
apa yang harus mereka lakukan saat menghadapi musibah yang baru ini, dan
bagaimana mereka akan menghadapi ayah mereka dan menceritakan padanya
apa yang terjadi. Salah seorang saudara yang paling tua duduk di atas
tanah dan berkata: "Aku tidak akan bergerak dari tempatku. Kalian telah
berbuat aniaya terhadap Yusuf sebelumnya, dan sekarang kalian berbuat
aniaya terhadap saudaranya. Pulanglah kalian pada ayah kalian tanpa aku
dan ceritakan padanya apa yang terjadi.
Allah SWT berfirman:
"Maka tatkala telah disiapkan untuk mereka bahan makanan mereka, Yusuf
memasukan piala (tempat minum) ke dalam karung saudaranya. Kemudian
berteriaklah seseorang yang menyerukan: 'Hai kafilah, sesungguhnya kamu
adalah orang-orang yang mencuri.' Mereka menjawab, sambil menghadap
kepada penyeru-penyeru itu: 'Barang apakah yang hilang dari kamu?'
Penyeru-penyeru itu berkata: 'Kami kehilangan piala raja, dan siapa
yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat)
beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.' Saudara-saudara Yusuf
menjawab: 'Demi Allah, sesungguhnya kamu mengetahui bahwa kami datang
bukan untuk membuat kerusakan di negeri (ini) dan kami bukanlah para
pencuri.' Mereka berkata: 'Tetapi apa balasannya jika kamu betul-betul
pendusta?' Mereka menjawab: 'Balasannya, ialah pada siapa diketemukan
(barang yang hilang) dalam karungnya, maka dia sendirilah balasannya
(tebusannya). Demikianlah kami memberi pembalasan kepada orang-orang
yang lalim.' Maka mulailah Yusuf (memeriksa) karung-karung mereka
sebelum (memeriksa) karung saudaranya sendiri, kemudian dia mengeluarkan
piala raja itu dari karung saudaranya. Demikianlah Kami atur untuk
(mencapai maksud) Yusuf. Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya
menurut undang-undang raja, hecuali Allah menghendakinya. Kami tinggikan
derajat orang yang Kami kehendaki: Dan di atas tiap-tiap orang yang
berpengatahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui. Mereka berkata: 'Jika
ia mencuri, maka sesungguhnya telah pernah mencuri pula saudaranya
sebelum itu.' Maka Yusuf menyembunyikan kejengkelan itu pada dirinya dan
tidak menampakkannya kepada mereka. Dia berkata (dalam hatinya): 'Kamu
lebih buruk dari kedudukanmu (sifat-sifatmu) dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu terangkan itu. Mereka berhata: 'Wahai al-Aziz,
sesungguhnya ia mempunyai ayah yang sudah lanjut usianya, lantaran itu
ambillah salah seorang di antara kami sebagai gantinya, sesungguhnya
kami melihat hamu termasuk orang-orang yang berbuat baik.' Berkata
Yusuf: 'Aku mohon perlindungan kepada Allah dari menahan seseorang,
kecuali orang yang kami ketemukan harta benda kami padanya, jika kami
berbuat demikian, maka benar-benarlah kami orang-orang yang lalim.' Maka
tatkala mereka berputus asa daripada (putusan) Yusuf mereka menyendiri
sambil berunding dengan berbisik-bisik. Berkatalah yang tertua di antara
mereka: 'Tidakkah kamu ketahui bahwa sesungguhnya ayahmu telah
mengambil janji dari kamu dengan nama Allah dan sebelum itu kamu telah
menyia-nyiakan Yusuf. Sebab itu, aku tidak akan meninggalkan negeri
Mesir, sampai ayahku mengizinkan kepadaku (untuk kembali) atau Allah
memberi keputusan terhadapku. Dan Dia adalah hakim yang
sebaik-baiknya.'" (QS. Yusuf: 70-80)
Saudara-saudara Yusuf menetapkan akan kembali tanpa saudara kandung
mereka yang paling besar dan tanpa saudara kandung mereka yang paling
kecil. Mereka masuk menemui ayahnya dan berkata: "Wahai ayahku, anakmu
benar-benar mencuri." Dengan penuh keheranan ayahnya bertanya,
seakan-akan ia mendustakan apa yang didengarnya: "Apa yang kalian
katakan?" Mereka menceritakan apa yang telah terjadi. Mereka
memberitahukan kepadanya bahwa mereka mengatakan apa yang benar-benar
mereka saksikan dengan mata kepala mereka sendiri. Kalau ayah mereka
ragu, hendaklah ia bertanya kepada orang-orang yang bersama mereka di
Mesir, dan hendaklah ia bertanya kepada kafilah yang datang bersama
mereka. Kali ini mereka benar. Terdapat banyak saksi yang mendukung
mereka.
Nabi Yakub berusaha mendengar apa yang mereka katakan dan dengan
kesedihan yang diliputi dengan kesabaran dan mata yang menangis beliau
berkata: "Hanya dirimu sendiri yang memandang baik perbuatan yang buruk
itu. Maka kesabaran yang baik itulah kesabaranku. Mudah-mudahan Allah
SWT mendatangkan mereka semuanya kepadaku. Sesungguhnya Dia Maria
Mengetahui dan Maha Bijaksana." Yakub tidak percaya kepada mereka karena
mereka sebelumnya telah berbuat kelaliman. Akhirnya, Yakub mulai
merasakan kesepian. Ia hidup tanpa ditemani putranya yang lebih
dicintainya daripada saudara-saudaranya yang lain. Yakub adalah seorang
yang sudah tua dan di masa tuanya Allah SWT mengujinya dengan kesepian
dan kesendirian tetapi Yakub telah mewasiatkan kesabaran dalam dirinya
dan bertawakal kepada Allah SWT. Yakub telah berusaha menerapkan
kesabaran yang indah tanpa mengadukan apa yang dialaminya kepada
seseorang pun selain Allah SWT. Beliau hanya mengharap kebaikan kepada
Allah SWT dan berharap kepada-Nya untuk mendatangkan semua anak-anaknya.
Sesungguhnya Allah SWT mengetahui keadaaannya dan Dia Maha Bijaksana,
Maha Penyayang, dan Maha Pengasih terhadap hamba-Nya.
Nabi Yakub pergi dan kembali ke kamarnya. Mendengar peristiwa tersebut,
beliau kembali terkenang dengan peristiwa lamanya berkenaan dengan
anaknya Yusuf. Ia mulai merenung sambil berkata: "Aduhai duka citaku
terhadap Yusuf." Keluarlah dalam hatinya suatu kegoncangan cinta yang
dalam lalu kedua matanya dipenuhi dengan air mata yang banyak yang
semakin menambah kesedihannya. Allah SWT memberitahukan kepada kita
tentang dialog yang terjadi antara saudara-saudara Yusuf dan ayah mereka
dalam firman-Nya:
"Kembalilah kepada ayahmu dan katakanlah: 'Wahai ayah kami! Sesungguhnya
anakmu telah mencuri; dan kami hanya menyaksikan apa yang kami ketahui
dan sekali-kali kami tidak dapat menjaga (mengetahui) barang yang gaib.
Dan tanyalah (penduduk) negeri yang kami berada di situ, dan kafilah
yang kami datang bersamanya, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang
yang benar. Yakub berkata: 'Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik
perbuatan (yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik itulah
(kesabaranku). Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya
kepadaku; sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui. 'Dan Yakub
berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: 'Aduhai duka citaku
terhadap Yusuf,' dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan
dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya). "
(QS. Yusuf: 81-84)
Tangisan yang cukup lama itu menjadikan beliau kehilangan matanya atau
menyerupai sesuatu yang menampakkan kehilangan matanya. Adakah orang
yang mengatakan: "Apakah mungkin seorang nabi menangis seperti ini?
Tidakkah menangis justru menampakkan keputusasaan?" Untuk menjawab
kegelisahan orang yang bertanya demikian, kami katakan: "para nabi
adalah manusia yang memiliki perasaan yang paling besar dan paling
sensitif terhadap penderitaan. Tangisan itu sendiri merupakan bentuk dan
tingkatan dari cinta. Juga merupakan bentuk pengaduan kepada Allah SWT.
Yakub menangis karena beliau adalah seseorang yang memiliki jiwa yang
besar. Beliau tidak menangis di hadapan seseorang pun. Tangisan beliau
sekadar pengaduan kepada Allah SWT yang tiada seorang pun yang
mengetahuinya kecuali Allah SWT. Tangisan tersebut tidak dipahami oleh
anak-anaknya di mana mereka menyerang sisi kemanusiaannya yang dalam
dengan menasihatinya agar berhenti menangis dan kalau tidak, kata
mereka, ia akan menghancurkan dirinya sendiri."
"Mereka berkata: ,Demi Allah, senantiasa kamu mengingati Yusuf, sehingga
kamu mengidapkan penyakit yang berat atau termasuk orang-orang yang
binasa.'" Yakub menjawab: "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku
mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa
yang kamu tiada mengetahuinya." (QS. Yusuf: 85-86)
Nabi Yakub menjawab perkataan anak-anaknya itu dan beliau berusaha
menunjukkan alasan dan hakikat dari tangisannya. Beliau mengadukan
persoalan-persoalannya kepada Allah SWT karena Dia Maha Mengetahui
terhadap banyak hal yang tidak mereka ketahui. Beliau meminta kepada
mereka agar membiarkannya menangis dan menganjurkan mereka untuk
melakukan hal lebih bermanfaat bagi mereka.
"Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan
saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
tiada yang berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. "
(QS. Yusuf: 87)
Di tengah-tengah kesedihannya yang dalam, beliau menyingkapkan
harapannya akan rahmat Allah SWT. Beliau mengetahui melalui ilham yang
didapatnya bahwa Yusuf tidak mati. Oleh karena itu, hendaklah
saudara-saudara Yusuf pergi mencarinya, dan hendaklah dalam mencarinya
mereka benar-benar berharap kepada Allah SWT. Kafilah bergerak dan
menuju ke Mesir. Saudara-saudara Yusuf berjalan menuju ke al-Aziz.
Keadaan perekonomian mereka sedang merosot tajam dan begitu juga suasana
kejiwaaan mereka, kefakiran mereka, kesedihan ayah mereka, dan
penderitaan yang mengiringi mereka sangat meruntuhkan kekuatan mereka.
Kini mereka menemui Yusuf dan mereka membawa harta benda yang sangat
sederhana dan hina. Mereka datang dengan membawa sesuatu yang memiliki
harga sangat minim atau sedikit. Allah SWT berfirman:
"Maka ketika mereka masuk (ke tempat) Yusuf, mereka berkata: 'Hai
al-Aziz, kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami
datang membawa barang-barang yang tak berharga, maka sempurnakanlah
sukatan untuk kami, dan bersedekahlah kepada kami, sesungguhnya Allah
memberi balasan kepada arang-orang yang bersedekah." (QS. Yusuf: 88)
Akhirnya, mereka terpaksa meminta-minta. Mereka meminta kepada Yusuf
agar sudi kiranya bersedekah untuk mereka dan menunjukkan belas kasihnya
kepada mereka dengan mengingatkan bahwa Allah SWT akan membalas
orang-orang yang bersedekah. Di tengah-tengah kehinaan mereka dan
kemerosotan mereka, Yusuf berbicara dengan bahasa mereka tanpa perantara
seorang penerjemah:
"Yusuf berkata: 'Apakah kamu mengetahui (kejelekan) apa yang telah kamu
lakukan terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kamu tidak mengetahui
(akibat) perbuatanmu itu?' Mereka berkata: 'Apakah kamu ini benar-benar
Yusuf?' Yusuf menjawab: 'Akulah Yusuf dan ini saudaraku, sesungguhnya
Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami.' Sesungguhnya
barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak
menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.' Mereka berkata:
'Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami, dan
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa).'" (QS.
Yusuf: 89-91)
Dialog tersebut menyentuh ungkapan-ungkapan yang sangat dalam yang ada
pada jiwa mereka. Penguasa Mesir mengagetkan mereka dengan bertanya
seputar apa yang telah mereka lakukan terhadap Yusuf. Nabi Yusuf
berbicara dengan bahasa mereka sehingga mereka mengetahui bahwa ia
benar-benar Yusuf. Kemudian dialog itu semakin berkembang sehingga
terungkaplah kesalahan mereka di hadapannya. Mereka telah membuat tipu
daya pada Yusuf tetapi Allah SWT memenangkan urusan-Nya. Setelah berlalu
tahun demi tahun, maka tersingkaplah tipu daya mereka. Dan Allah SWT
memenangkan rencana-Nya dengan cara yang sangat elegan. Masuknya Yusuf
dalam sumur merupakan awal dari kebangkitan untuk menduduki kursi istana
dan kekuasaan, dan jauhnya beliau dari ayahnya justru menjadi sebab
bertambahnya cinta Yakub kepadanya. Ini adalah tabir yang tersingkap di
depan mereka.
Kali ini, Nabi Yusuf justru benar-benar menjadi tumpuan harapan mereka.
Mereka menutup dialog mereka bersamanya dengan mengatakan: "Demi Allah,
sesungguhnya Allah SWT telah melebihkan kamu atas kami, dan kami adalah
orang-orang yang bersalah." Pengakuan mereka terhadap kesalahan yang
mereka lakukan di sisi lain justru menyembunyikan kekhawatiran pada diri
mereka. Mungkin mereka berpikir bahwa Yusuf akan melakukan balas dendam
kepada mereka sehingga tubuh mereka tampak gemetar. Melihat hal yang
demikian itu, Yusuf menenangkan mereka dengan ucapannya:
"Dia (Yusuf) berkata: 'Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu,
mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia Maha Penyayang di antara
para penyayang. " (QS. Yusuf: 92)
Tidak ada balas dendam, tidak ada celaan, dan tidak ada kebencian. Yusuf
tidak mengatakan bahwa aku akan memaafkan kalian atau aku mengampuni
kalian, tetapi ia berdoa kepada Allah SWT agar Dia mengampuni mereka.
Ini mengisyaratkan bahwa beliau mengampuni mereka. Nabi Yusuf berdoa
kepada Allah SWT agar Dia mengampuni mereka dan tentu doa seorang nabi
akan dikabulkan. Ini adalah sikap toleransi beliau yang sangat terpuji.
Ini adalah contoh terbaik dari sikap toleran. Setelah itu, Nabi Yusuf
mengalihkan pembicaraan kepada ayahnya. Beliau mengetahui bahwa mata
ayahnya sudah memutih karena saking sedihnya. Beliau mengetahui bahwa
ayahnya tidak mampu lagi melihat. Beliau merasakan penderitaaan ayahnya
sehingga beliau melepas bajunya dan memberikannya kepada mereka:
"Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah ke
wajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah keluargamu
semuanya kepadaku." (QS. Yusuf: 93)
Kafilah kembali ke Palestina. Akhirnya, peristiwa di Mesir berpindah ke
tanah Palestina. Kita sekarang berada di rumah Nabi Yakub. Lelaki itu
duduk di kamarnya dalam keadaan kedua matanya memutih. Tiba-tiba
laki-laki itu bangkit dan tampaklah perubahan drastis pada wajahnya. Ia
menggantikan pakaiannya dan keluar menemui istri-istri anak-anaknya. Ia
berhenti di tengah-tengah rumah dan mengangkat kepalanya ke langit lalu
menghirup udara dengan kuat. Dadanya dipenuhi dengan hembusan angin yang
datang dari Mesir. kemudian ia kembali ke kamarnya. Salah seorang istri
anak yang paling besar berkata kepada istri-istri anak-anak yang lain:
"Sungguh Yakub hari ini keluar dari kamarnya tidak seperti biasanya.
Kami merasakan ada sesuatu yang lain. Yakub meninggalkan
persembunyiannya dan berdiri di depan halaman rumah. Ia melihat ke
langit padahal ia buta, dan bagaimana ia melihat ke langit? Aku tidak
tahu. Tetapi aku bersumpah, aku telah melihat senyum yang menghiasi
wajahnya."
Istri-istri dan anak laki-laki yang lain bertanya dalam keadaan
keheranan: "Kamu mengatakan bahwa ia memakai baju yang baru dan kamu
mengatakan bahwa dia tersenyum?" Wanita-wanita itu segera menuju Nabi
Yakub dan tampak senyuman masih menghiasi wajahnya. Apakah yang dilihat
oleh wanita-wanita itu suatu imajinasi? Wanita-wanita itu bertanya
kepadanya: "Apa yang kamu rasakan, wahai seorang yang mulia?" Lelaki tua
itu menjawab: "Aku mencium bau Yusuf." Mendengar jawaban itu, para
wanita menggerutu. Lalu Yakub menambahkan: "Sekiranya kamu tidak
menuduhku lemah akal, tentu kamu membenarkan aku."
Istri-istri dan anak laki-laki itu meninggalkan Yakub dan kemudian
terjadilah dialog-dialog lanjutan antara sesama mereka: "Lelaki tua itu
tidak memiliki harapan. Tangisannya atas Yusuf akan menghancurkannya,"
kata sebagian mereka. "Apakah ia berbicara tentang pakaiannya?" "Aku
tidak tahu, ia hanya berkata bahwa ia mencium bau Yusuf," jawab yang
lain. "Engkau mengatakan bahwa ia mengganti pakiannya?," tanya sebagian
mereka. "Barangkali ia gila, hanya orang yang gila yang menceritakan
sesuatu yang tidak ada," sambung yang lain. Pada hari itu Yakub meminta
segelas susu. Ia berpuasa dan berbuka dengannya, lalu untuk pertama
kalinya ia meminta makanan dan tidak menolaknya.
Datanglah waktu sore dan ia menggantikan pakaiannya dengan agak lambat.
Kafilah berjalan dengan membawa pakian Yusuf. Pakaian itu disembunyikan
di bawah gandum. Pakaian itu bercampur dengan embun-embun kebun dan bau
tanah yang baik dan minyak wangi Nabi Yusuf serta kehangatan matahari
yang mematangkan gandum. Kafilah mulai mendekat ke desa lelaki tua itu.
Lelaki itu berputar-putar di kamarnya. Ia tampak sibuk salat dan
mengangkat kedua tangannya ke langit kemudian ia mulai mencium udara
dan menangis. Ia membayangkan pakaian Yusuf yang sedang menuju padanya:
"Tatkala kafilah itu telah ke luar (dari negeri Mesir) berkata ayah
mereka: 'Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak
menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku). Keluarganya berkata:
'Demi Allah, sesungguhnya kamu masih dalam kekeliruanmu yang dahulu.'
Tatkala telah tiba pembawa kabar gembira itu, maka diletakkannya baju
gamis itu ke wajah Yakub, lalu kembalilah dia dapat melihat. Berkata
Yakub: Tidakkah aku katakan kepadamu, bahwa aku mengetahui dari Allah
apa yang kamu tidak mengetahuinya.' Mereka berkata: 'Wahai ayah kami,
mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami
adalah orang-orang yang bersalah (berdosa).'" (QS. Yusuf: 94-97)
Inilah fase terakhir dari kisah Nabi Yusuf di mana kisahnya dimulai
dengan mimpi dan di episode terakhirnya menyebutkan takwil mimpinya:
"Maka tatkala mereka masuk ke (tempat) Yusuf: Yusuf merangkul ibu
bapaknya dan dia berkata: 'Masuklah kamu ke negeri Mesir, insya Allah
dalam keadaan aman." Dan ia menaikkan kedua ibu bapaknya ke atas
singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya bersujud kepada
Yusuf. Dan berkata Yusuf: 'Wahai ayahku inilah ta'bir mimpiku yang
dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan.
Dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia
membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun
padang pasir, setelah setan merusakkan (hubungan) antaraku dan
saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang
Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha
Mengetahui. " (QS. Yusuf: 99-100)
Perhatikanlah apa yang dilakukannya saat mimpinya terwujud, beliau berdoa kepada Tuhannya:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku
sebagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian ta'bir mimpi.
(Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan
di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku
dengan orang-orang yang saleh. " (QS. Yusuf: 101)
Itu hanya satu doa: "wafatkanlah aku sebagai seorang Muslim." Kita tidak
ingin meninggalkan kisah Nabi Yusuf putra Nabi Yakub yang mulia sebelum
kita memperhatikan poin penting di bawah ini:
Dalam kisah Nabi Ibrahim, cinta naluriah terhadap Ismail, anaknya,
dicabut darinya, sehingga hatinya benar-benar dipenuhi dengan cinta yang
murni untuk Allah SWT semata. Dan ketika persoalan tersebut terwujud,
maka perintah untuk menyembelih anaknya dibatalkan dan kemudian
datanglah tebusan dari Allah SWT. Dalam hal ini terdapat kesamaan dengan
apa yang terjadi pada Nabi Yakub di mana Yakub sangat mencintai Yusuf
kemudian ia diuji dengan hilangnya Yusuf, dan ketika hatinya murni untuk
Allah SWT tanpa ada kecemburuan kepada Yusuf dan saudaranya, Allah
mengembalikan kedua anaknya kepadanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar